Minggu, 10 Februari 2008

Berderma Dan Merajut Cinta Kasih

Berderma dan Merajut Cinta Kasih

  • Oleh: Azyumardi Azra



"Yang berperi cinta kasih itu mencintai sesama manusia; yang berkesusilaan itu menghormati sesama manusia. Yang mencintai sesama manusia, niscaya akan selalu dicintai orang. Yang menghormati manusia, akan selalu dihormati orang" (Kitab Bingcu V A:7/5).

ENAM hari lalu, masyarakat China, khususnya yang beragama Kong Hu Chu, merayakan Tahun Baru Imlek 2558 (Minggu 18 Februari 2007). Sebulan sebelumnya, umat Islam juga memperingati Tahun Baru Hijriyah 1428 (Sabtu 20 Januari 2007), dan dua pekan ke belakang umat Kristiani khususnya juga merayakan Tahun Baru Masehi 1 Januari 2007. Kedekatan atau nyaris terjadinya pertemuan tahun baru itu; Tahun Masehi, Tahun Hijri, dan Tahun Imlek, merupakan peristiwa biasa yang berubah berdasarkan hukum alam Sang Maha Pencipta.

Hampir bertemunya awal tahun ketiga jenis kalender ini juga dapat memiliki maknanya tersendiri bagi umat beragama di Indonesia. Di tengah peringatan awal tahun yang berbeda itu, bangsa Indonesia terus-menerus dilanda berbagai musibah dan ujian, yang akhir-akhir ini semakin berat tantangan dan cobaannya. Mulai dari hilangnya pesawat terbang di udara, tenggelamnya kapal di laut, hingga longsor, banjir, gempa, angin puting beliung, kecelakan kereta api, dan berbagai konflik di darat yang menimpa sebagian masyarakat Indonesia.

Berbagai peristiwa mengharukan dan menyedihkan itu mengajarkan kita untuk bersabar, saling berbagi, berbuat kebaikan, dan saling cinta kasih antarsesama manusia. Datangnya ketiga tahun baru itu seharusnya memperkuat solidaritas antarumat beragama di masa-masa kini dan mendatang. Sepatutnyalah kita tidak terlalu asyik-mansyuk dengan diri sendiri atau kelompok sendiri di tahun baru ini, tanpa memiliki rasa empati, prihati, dan ketidakpedulian terhadap sesama manusia, serta menutup matahatiókhususnya bagi mereka yang tertimpa musibah.

Ikhtiar dan Doa

Dalam hari-hari tahun baru ini, sebagai manusia Indonesia yang beriman dan percaya kepada Tuhan YME, kita sangat dianjurkan memperbanyak ikhtiar dan doa. Berikhtiar agar kita dapat melakukan yang maksimal dan terbaik untuk menghindari jatuhnya demikian banyak korban di masa depan; dan senantiasa berdoa agar kita semua diberi kekuatan iman menghadapi segala ujian dan cobaan; dan agar kita dilindungi-Nya dalam perjalanan hidup kita hari ini dan esok.

Karena itu, sangatlah tepat jika dalam peringatan tahun baru ini kita meneguhkan diri untuk selalu menebar cinta kasih, kebajikan, dan kebaikan atau perbuatan baik. Berbuat kebaikan sangat dianjurkan setiap agama; termasuk Kristen, Islam, dan Kong Hu Chu. Salah satu kebaikan atau perbuatan baik yang sangat relevan dengan persoalan yang kita hadapi sekarang adalah melakukan "derma" kepada saudara-saudara kita yang mengalami musibah. Kita mendermakan harta yang dicintai kepada orang-orang yang membutuhkan.

Mendermakan hartaósekalipun mungkin hanya sebagian kecil dari yang kita milikiótidak selalu mudah. Apalagi jika harta yang dimiliki itu diperoleh secara halal dengan usaha-usaha yang tidak mudah dan bersusah payah. Namun, di sinilah letak kunci prinsip ajaran agama bahwa harta yang kita miliki itu adalah "ujian"; ujian apakah kita akan dikuasai dan diperbudak oleh harta itu, atau sebaliknya, kita sang pemilik justru yang mengendalikan harta itu, sehingga mendatangkan manfaat yang maksimal baik bagi diri, masyarakat, dan agama.

Kemampuan mengendalikan harta dan, sebaliknya, tidak dikuasai harta atau bahkan apa saja yang dicintai seseorang dalam kehidupannya merupakan salah satu dari perintah agama. Kewajiban melaksanakan "derma" tidak lain dimaksudkan sebagai sebuah ungkapan rasa syukur terhadap berbagai nikmat yang telah diberikan Tuhan kepada kita sebagai hambaNya yang beriman.

Di dalam Islam, perintah "berderma" bisa dalam bentuk "berinfak, bersedekah, berzakat, dan berkurban". Dengan berderma, kita dapat mengasah diri sendiri untuk selalu peka dan peduli terhadap sesama manusia. Di dalam Islam, ketidakpekaan dan ketidakpedulian terhadap orang lain, khususnya kepada anak yatim, fakir miskin, dan kaum dhuafa, dikategorikan sebagai pendusta agama (QS al-Ma'un/107: 1-7).

Setidaknya ada tiga hal penting yang bisa kita petik dari ayat QS al-Ma'unn/107: 1-7 tersebut. Pertama, bahwa sebagai orang yang beriman, kita diperintahkan berderma sebagai wujud syukur. Kedua, bahwa kita tidak boleh memilih-milih sesuatu yang kita dermakan kepada orang yang berhak menerima dengan hal yang buruk-buruk saja, sedangkan yang baik-baik untuk diri sendiri. Dan ketiga, firman Allah ini menjadi peringatan bagi kita, bahwa kita adalah makhluk Allah yang tidak memiliki apa-apa, sedangkan Allah itu Mahakaya.

Memulai tahun baru ini, sepatutnyalah kita bertekad untuk mengasah terus-menerus sikap peka dan peduli kepada sesama umat manusia, yaitu sekali lagi, dengan berderma. Sikap terpuji ini diharapkan bisa memperbaiki dan mampu membangun puing-puing musibah yang terus-menerus menimpa sebagian masyarakat kita.

Dengan berderma, insya Allah kita dapat meningkatkan sense of crisis pada diri kita; menumbuhkan kepekaan dan kepedulian, bahwa musibah yang menimpa bangsa Indonesia ini hanya bisa diselesaikan dengan membangun kesabaran, ketekunan, kesungguhan, cinta kasih, dan kerjasama yang solid di antara kita bersama.

Ketidakpekaan dan ketidakpedulian orang-orang berpunya terhadap sesama saudara yang ditimpa musibah tidak mencerminkan keimanan, kesabaran, solidaritas, pengendalian diri, dan cinta kasih. Orang-orang berada (aghniya) hendaknya tersentuh matahatinya, bahwa keberadaan dan eksistensi mereka tidak tercipta tanpa adanya warga lain dalam masyarakat. Mereka yang kaya tidak akan bisa hidup tanpa orang-orang miskin dan lemah. Jadi, tidak benar jika "posisi berada dan berdaya secara sosial, politik dan ekonomi" yang mereka raih dengan bantuan dari warga yang lain itu disombongkan justru kepada saudaranya yang menderita dan didera berbagai kesusahan dan kesulitan hidup.

Implikasi Kemiskinan

Sekali lagi, salah satu bentuk perbuatan baik atau kebaikan adalah mendermakan harta yang kita miliki. Kebutuhan untuk merealisasikan perbuatan baik (berderma) yang menghasilkan solidaritas sosial itu jelas terasa sangat mendesak di tanah air kita dalam hari-hari awal tahun ini. Di tengah berbagai musibah yang terjadi akhir-akhir ini, masyarakat kita di berbagai daerah juga dihadapkan kepada semakin melambungnya harga kebutuhan hidup; misalnya harga beras yang semakin tidak terkendali. Keadaan yang serba sulit itu semakin menambah jumlah masyarakat miskin.

Kemiskinan yang menimpa masyarakat kita berimplikasi pada meningkatnya jumlah anak-anak yang kekurangan makanan dan gizi, sehingga menderita berbagai penyakit, seperti busung lapar.

Jika krisis seperti ini terus berlanjut, maka akan terciptalah apa yang disebut orang sebagai "the lost generation", generasi yang hilang. Lebih jauh lagi, jika masalah ini tidak mendapat perhatian yang memadai dan gagal diatasi secara komprehensif, maka ia barangkali dapat mempengaruhi masa depan kita, yang selama ini dikenal sebagai daerah yang menghasilkan putra-putri dan generasi terbaik yang pada gilirannya memberikan sumbangan penting bagi bangsa dan negara.

Mengantisipasi dan mengatasi masalah ini mungkin tidak cukup dengan berkeluh kesah. Umat beragama, baik umat Kristen, Islam, dan Kong Hu Chu, yang telah dan kini memasuki pintu gerbang tahun baru seharusnya semakin memiliki kepedulian dan kepekaan dengan mendermakan harta kita kepada masyarakat yang memerlukannya.

Semoga Tahun Baru Masehi 2007, Tahun Baru Hijri 1428, dan Tahun Baru Imlek 2558 menjadi momentum baik untuk merajut atau merekatkan kembali tali cinta kasih sesama manusia, seperti disebut dalam Kitab Bingcu V A:7/5, yang dikutip pada awal tulisan ini. Wallahu a`lam bish shawab. (64)

- Prof Dr Azyumardi Azra, guru besar dan direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Tidak ada komentar:


KELUARGAKU - HARAPANKU

KELUARGAKU - HARAPANKU