Selasa, 06 Mei 2008

Konsep Kebahagiaan dalam Islam

Konsep Kebahagiaan dalam Islam
Oleh: Ustadz Abdul Latief

Kondisi senantiasa bahagia dalam situasi apa pun, inilah. yang senantiasa dikejar oleh manusia. Manusia ingin hidup bahagia. Hidup tenang, tenteram, damai, dan sejahtera. Sebagian orang mengejar kebahagiaan dengan bekerja keras untuk menghimpun harta. Dia menyangka bahwa pada harta yang berlimpah itu terdapat kebahagaiaan. Ada yang mengejar kebahagiaan pada tahta, pada kekuasaan. Beragam cara dia lakukan untuk merebut kekuasaan. Sehab menurtnya kekuasaan identik dengan kebahagiaan dan kenikmatan dalam kehidupan. Dengan kekuasaan sesrorang dapat berbuat banyak. Orang sakit menyangka, bahagia terletak pada kesehatan. Orang miskin menyangka, bahagia terletak pada harta kekayaan. Rakyat jelata menyangka kebahagiaan terletak pada kekuasaan. Dan sangkaan-sangkaan lain.

Lantas apakah yang disebut"bahagia' (sa'adah/happiness) ?
Selama ribuan tahun, para pemikir telah sibuk membincangkan tentang kebahagiaan. Kebahagiaan adalah sesuatu yang ada di luar manusia, dan bersitat kondisional. Kebahagiaan bersifat sangat temporal. Jika dia sedang berjaya, maka di situ ada kebahagiaan. Jika sedang jatuh, maka hilanglah kebahagiaan. Maka. menurut pandangan ini tidak ada kebahagiaan yang abadi dalam jiwa manusia. Kebahagiaan itu sifatnya sesaat, tergantung kondisi eksternal manusia. Inilah gambaran kondisi kejiwaan masyarakat Barat sebagai: "Mereka senantiasa dalam keadaan mencari dan mengejar kebahagiaan, tanpa merasa puas dan menetap dalam suatu keadaan.
Islam menyatakan bahwa "Kesejahteraan' dan "kebahagiaan" itu bukan merujuk kepada sifat badani dan jasmani insan, bukan kepada diri hayawani sifat basyari; dan bukan pula dia suatu keadaan hayali insan yang hanva dapat dinikmati dalam alam fikiran belaka. Keselahteraan dan kebahagiaan itu merujuk kepada keyakinan diri akan hakikat terakhir yang mutlak yang dicari-cari itu — yakni: keyakinan akan Hak Ta'ala — dan penuaian amalan yang dikerjakan oleh diri berdasarkan keyakinan itu dan menuruti titah batinnya.' Jadi, kebahagiaan adalah kondisi hati yang dipenuhi dengan keyakinan (iman) dan berperilaku sesuai dengan keyakinannya itu. Bilal bin Rabah merasa bahagia dapat mempertahankan keimanannya meskipun dalam kondisi disiksa. Imam Abu Hanifah merasa bahagia meskipun harus dijebloskan ke penjara dan dicambuk setiap hari, karena menolak diangkat menjadi hakim negara. Para sahabat nabi, rela meninggalkan kampung halamannya demi mempertahankan iman. Mereka bahagia. Hidup dengan keyakinan dan menjalankan keyakinan.

Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannva. Sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Apakah kamu tidak memahaminya? Menurut al-Ghazali, puncak kebahagiaan pada manusia adalah jika dia
berhasil mencapai ma'rifatullah" , telah mengenal Allah SWT. Selanjutnya, al-Ghazali menyatakan: "Ketahuilah bahagia tiap-tiap sesuatu bila kita rasakan nikmat, kesenangan dan kelezatannya mara rasa itu ialah menurut perasaan masing-masing. Maka kelezatan (mata) ialah melihat rupa yang indah, kenikmatan telinga mendengar suara yang merdu, demikian pula segala anggota yang lain dan tubuh manusia. Ada pun kelezatan hati ialah ma'rifat kepada Allah, karena hati dijadikan tidak lain untuk mengingat Tuhan. Seorang rakyat jelata akan sangat gembira kalau dia dapat herkenalan dengan seorang pajabat tinggi atau menteri; kegembiraan itu naik berlipat-ganda kalau dia dapat berkenalan yang lebih tinggi lagi misalnya raja atau presiden. Maka tentu saja berkenalan dengan Allah, adalah puncak dari segala macam kegembiraan. Lebih dari apa yang dapat dibayangkan oleh manusia, sebab tidak ada yang lebih tinggi dari kemuliaan Allah. Dan oleh sebab itu tidak ada ma'rifat yang lebih lezat daripada ma'rifatullah.
Ma'rifalullah adalah buah dari ilmu. Ilmu yang mampu mengantarkan manusia kepada keyakinan. bahwa tiada Tuhan selain Allah" (Laa ilaaha illallah). Untuk itulah, untuk dapat meraih kebahagiaan yang abadi, manusia wajib mengenal Allah. Caranya, dengan mengenal ayat-ayat-Nya, baik ayat kauniyah maupun ayat qauliyah. Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang memerintahkan manusia memperhatikan dan memikirkan tentang fenomana alam semesta, termasuk memikirkan dirinya sendiri. Disamping ayat-ayat kauniyah. Allah SWT juga menurunkan ayat-ayat qauliyah, berupa wahyu verbal kepada utusan-Nya yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Karena itu, dalam QS Ali Imran 18-19, disebutkan, bahwa orang-orang yang berilmu adalah orang-orang yang bersaksi bahwa "Tiada tuhan selain Allah", dan bersakssi bahwa "Sesungguhnya ad-Din dalam pandangan Allah SWT adalah Islam." Inilah yang disebut ilmu yang mengantarkan kepada peradaban dan kebahagiaan. Setiap lembaga pendidikan. khususnya lembaga pendidikan Islam. harus mampu mengantarkan sivitas akademika-nya menuju kepada tangga kebahagiaan yang hakiki dan abadi. Kebahagiaan yang sejati adalah yang terkait antara dunia dan akhirat.
Kriteria inilah yang harusnya dijadikan indikator utama, apakah suatu program pendidikan (ta'dib) berhasil atau tidak. Keberhasilan pendidikan dalam Islam bukan diukur dari berapa mahalnya uang hayaran sekolah; berapa banyak yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri dan
sebagainya. Tetapi apakah pendidikan itu mampu melahirkan manusia-manusia yang beradab yang mengenal Tuhannya dan beribadah kepada Penciptanya. Manusia-manusia yang berilmu seperti inilah yang hidupnya hahagia dalam keimanan dan keyakinan: yang hidupnya tidak terombang-ambing oleh keadaan. Dalam kondisi apa pun hidupnya bahagia, karena dia mengenal Allah, ridha dengan keputusanNya dan berusaha menyelaraskan hidupnya dengan segala macam peraturan Allah yang diturunkan melalui utusan-Nya.
Karena itu kita paham, betapa berbahayanya paham relativisme kebenaran yang ditaburkan oleh kaum liberal. Sebab, paham ini menggerus keyakinan seseorang akan kebenaran. Keyakinan dan iman adalah harta yang sangat mahal dalam hidup. Dengan keyakinan itulah, kata Igbal, seorang Ibrahim a.s. rela menceburkan dirinya ke dalam api. Penyair besar Pakistan ini lalu bertutur hilangnya keyakinan dalam diri seseorang. lebih buruk dari suatu perbudakan. Sebagai orang Muslim, kita tentu mendambakan hidup bahagia semacarn itu; hidup dalam keyakinan: mulai dengan mengenal Allah dan ridha, menerima keputusan-keputusan -Nva, serta ikhlas menjalankan aturan-aturan- Nya. Kita mendambakan diri kita merasa bahagia dalam menjalankan shalat, kita bahagia menunaikan zakat, kita bahagia bersedekah, kita bahagia menolong orang lain, dan kita pun bahagia menjalankan tugas amar ma'ruf nahi munkar. Dalam kondisi apa pun. maka "senangkanlah hatimu!" Jangan pernah bersedih. "Kalau engkau kaya. senangkanlah hatimu! Karena di hadapanmu terbentang kesempatan untuk mengerjakan yang sulit-sulit melalui hartamu. "Dan jika engkau fakir miskin, senangkan pulalah hatimu! Karena engkau telah terlepas dari suatu penyakit jiwa, penyakit kesombongan yang sering menimpa orang-orang kaya. Senangkanlah hatimu karena tak ada orang yang akan hasad dan dengki kepadamu lagi, lantaran kemiskinanmu. .."
"Kalau engkau dilupakan orang, kurang masyhur, senangkan pulalah hatimu! Karena lidah tidak banyak yang mencelamu, mulut tak banyak mencacimu... " Mudah-mudahan. Allah mengaruniai kita ilmu yang mengantarkan kita pada sebuah keyakinan dan kebahagiaan abadi, dunia dan akhirat. Amin.

Sumber : www.PesantrenVirtual.com

Minggu, 10 Februari 2008

Membina Hubungan Orang Tua dengan Anak Sentuh dan Belailah Mereka

Pendidik dan guru pertama dan utama bagi anak sebenarnya bukan guru di sekolah, tetapi orang tua. Ahli ilmu jiwa anak dan tokoh-tokoh pendidikan anak sering mengatakan, bahwa salah satu hal yang perlu dilakukan oleh orang tua dalam usaha memberikan pendidikan yang baik kepada anak ialah membina hubungan emosional orang tua dan anak, yang perlu dilakukan sejak anak masih bayi. Salah satu manifestasinya berupa sentuhan, belaian, pelukan, ciuman dan berbicara dengan anak. Bila bertambah usia anak, komunikasi lisan pun bertambah penting. Dengarkanlah pendapat dan perasaan yang dikemukakan anak. Anak akan merasakan bahwa orang tua mempunyai perhatian terhadap dirinya, mencoba memahami dirinya, sehingga ia pun terlatih untuk mengutarakan perasaan dan pendapatnya. Maka penting bagi orang tua untuk melatih diri sendiri menjadi pendengar yang baik. Orang tua cenderung berbicara dengan anak dan mulai menayakan "mengapa" atau "kapan" . Atau cenderung berbicara dengan nada perintah, marah atau menggurui. Mengapa sayurnya tidak dimakan? Ayo kerjakan peernya sekarang! Kapan kamu belajar untuk mendengarkan nasehat mama? Dan adakalanya ayah baru berbicara kepada anaknya, menasehatinya panjang lebar bila si anak telah membuat suatu kesalahan.

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan memojokkan si anak sehingga dia akan membela diri atau diam. Tetapi jika pertanyaan-pertanyaan itu dimulai dengan "Apa" atau "Bagaimana". Apa yang kamu kerjakan tadi ? Bagaimana disekolah tadi? Maka pertanyaan itu akan membuka anak untuk bercerita. Dan agar komunikasi orang tua anak dapat berlangsung dua arah, maka orang tua pun harus pula bisa mengeluarkan perasaannya. "Ibu senang nilaimu baik di sekolah". "Ayah bangga kepadamu."

Ada baiknya jika orang tua sengaja menyediakan waktu setiap hari bagi anak atau menciptakan suatu kebiasaan bersama anak, sehingga anak tahu bahwa ada waktu khusus di mana orang tuanya ada. Membina hubungan intim dengan anak memerlukan latihan dan seyogyanya dimulai sejak anak masih kecil. Hubungan menjadi sulit bila pembinaan baru dimulai pada waktu anak sudah besar atau sudah mulai remaja.

Dr. Matti Gershenfeld, seorang prikolog dari PhiladelhiaTemple University memberi rumus yang dapat menjadi pengangan bagi orang tua yang ingin meningkatkan kualitas hubungan orang tua anak. Ada empat faktor yang perlu diperhatikan yaitu:
· Secara fisik berdekatan dengan anak
· Adanya kontak mata
· Belaian
· Komunikasi lisan

Prinsipnya ialah suatu informasi akan lebih mudah ditangkap jika kita menerima informasi tersebut melalui lebih dari satu panca indera. Bukankah kasih sayang itu juga merupakan suatu informasi yang ingin kita sampaikan kepada anak?

Coba kita bandingkan dua sikap ini. Bila tiba waktu tidur, kalau ibu hanya berteriak, "Ayo tidur! "atau", Selamat malam!" dari jauh, maka kesempatan itu akan lewat tanpa bekas. Lain halnya kalau ibu menemani anaknya masuk ke kamar tidur, duduk disebelah anak mencium keningnya waktu mengucapkan, "Selamat tidur"! maka kegiatan si ibu merupakan tindakan menjalin hubungan intim dengan anak. Dr. Gershenfeld mengatakan jika orang tua membiasakan memasuki keempat faktor itu dalam kegiatan sehari-hari, anak pun akan lebih mudah menangkap dan merasakan kasih sayang orang tua. Bahwa setiap orang tua menyayangi anak-anaknya tidak bisa disangkal lagi. Tapi kasih sayang yang dipendam tidak ada gunanya. Kasih sayang itu perlu ditunjukkan secara sengaja kepada anak-anak, barulah si anak merasa disayang. Kalau hal ini dicapai, maka kontak batin orang tua dengan anak mudah dijalin.

Kehadiran orang tua bersama anak tidak menjamin terjadinya hubungan emosi yang baik antara orang tua-anak. Misalnya, seorang ibu mengangkat bayinya yang sedang menangis sambil menimang-nimang, mencium dan membujuk dengan kata-kata. Si bayi tersenyum, ibu pun tersenyum. Masing-masing saling menunjukkan perasaan senang. Maka terjadilah hubungan emosional. Tetapi jika pikiran ibu di tempat lain, perhatiannya hanya tertuju agar ia dapat secepatnya mengganti popok bayi, agar bayi diam dan ia dapat kembali secepatnya ke dapur untuk menyelesaikan masakannya, maka kualitas hubungan yang terjadi antara ibu dan anak itu dinilai buruk.

Di ambil dari Majalah Kemala Bhayangkari

Bangun Keluarga Dengan Cinta

Segala puji hanyalah milik Allah yang tiada pernah lelah sesaaatpun untuk
mengurus dan mengawasi setiap detik langkah kita, shalawat dan salam semoga
senantiasa Allah curahkan kepada Rasulullah Muhammad saw, keluarga sahabat dan
seluruh ummatnya yang senantiasa setia melaksanakan sunnahnya hingga akhir
zaman.

Barang siapa yang telah Allah berikan hidayah maka seorangpun tidak akan ada
yang mampu untuk menyesatkannya dan barang siapa yang telah sesat maka tidak
akan ada yang sanggup untuk memberi petunjuk kecuali atas izin dan pertolongan
Allah.

“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah dengan
sebenar-benar taqwa kepadaNya, dan janganlah sekali-kali kalian mati kecuali
dalam keadaan muslim” (ali-imran : 102)

Andai didunia ini tidak ada cinta maka hidup akan terasa gersang dan tidak ada
dinamika. Dengan cinta, sesuatu yang sulit akan terasa mudah dan dengan cinta
pula sesuatu yang rumit akan menjadi sederhana dan sesuatu yang jauh akan
terasa dekat. Sehingga marilah kita jadikanlah cinta sebagai energi dalam
setiap detik kehidupan kita.

Kata cinta dalam Al-qur’an disebut dengan 3 istilah :

Rahmah à merupakan cinta yang unlimited dari Allah kepada mahluknya atau
supremasi cinta unlimited dari Allah kepada mahluknya, sehingga dari kata
rahman ini lahir kata ramhan dan rahim yang artinya Maha Pengasih dan Maha
Penyayang.
Mawaddah à cinta unlimited dari manusia kepada manusia (cinta orang tua
kepada anaknya). Dikisahkan bahwa dalam suatu kali haji, ketka Rasul tengah
berthawaf beliau melihat seorang anak muda yang punggunggnya melepuh atau
mengelupas, ketika selesai thawaf rasul mendekati pemuda ini kemudia ditanya
‘waha anakku, apakah yang terjadi dengan pundakmu’ anak muda ini kemudian
menjawab ‘ wahai Rasulullah sesungguhnya pundakku ini adalah dikarenakan aku
menggendong ibuku dari yaman ke makkah tanpa pernah berhenti kecuali ibuku
ingin makan, minum, shalat, mandi dan ke kamar mandi. Ya Rasul, apakah apa yang
telah aku lakukan ini akan dicatat oleh Allah ahwa aku ini sebagai anak yang
berbakti pada orang tua..?’ Rasulullah kemudian memeluk anak muda ini sambil
berkata ‘ wahai anakku, sesungguhnya engkau telah termasuk sebagai anak yang
telah berbakti dan Allah telah ridha kepadamu. Namun ketahuilah wahai anakku,
bahwa sesungguhnya cinta ibumu tidak akan pernah dapat kamu balas’. Dari kisah
ini dapat dilihat bahwa ada cinta yang unlimited dari manusi kepada manusia,
yaitu cinta orang tua kepada anaknya.
Mahabbah à Cinta yang terbatas (mahabbah disini hanya dari sisi kontekstual
bahasa perkata, tidak dihubungkan dengan Mahbbatullah atau Mahabbaturrasul)



Yang harus dibangun adalah bagimana membangun cinta mawaddah dan warahmah
seperti dalam al-qur’an yang Allah firmankan untuk kehidupan berumah tangga.
Rasul diutus adalah untuk membagikan dan mengajarkan cinta kasih kepada seluruh
alam.

Bia anak dibesarkan dengan emosi dia belajar berkelahi, bila anak dibesarkan
dengan caci maki dia belajar rendah diri, bila anak dibesarkan dengan motivasi
dia belajar percaya diri dan bila anak dibesarkan dengan cinta kasih dia
belajar menemukan cinta kasih, sehingga cinta harus diajarkan seumur hidup.



Terakhir bahwa cinta ini memiliki 2 model :

Cinta karena
Cinta walaupun



Cinta karena itu adalah cinta yang selalu menuntut seperti seseorang mencintai
seseorang karena kecantikannya atau karena hartanya, dan bila sudah habis
hartanya atau sudah tidak cantik atau ganteng lagi cintanya berhenti.

Cinta walaupun adalah cinta sejati yang tidak mengenal waktu dan keadaan, cinta
yang selalu siap untuk berkorban demi yang dicintainya.



Untuk itu marilah kita hiasi rumah tangga kita untuk mendapatkan cinta yang
mawaddah warahmah yaitu rumah tangga yang kita bingkai dengan ketaatan dan
cinta pada Allah.

Semoga bermanfaat, yang benar itu datangnya dari Allah .

Ihdinasyiraathalmustaqiim

Wassalaamu'alaikum

Berderma Dan Merajut Cinta Kasih

Berderma dan Merajut Cinta Kasih

  • Oleh: Azyumardi Azra



"Yang berperi cinta kasih itu mencintai sesama manusia; yang berkesusilaan itu menghormati sesama manusia. Yang mencintai sesama manusia, niscaya akan selalu dicintai orang. Yang menghormati manusia, akan selalu dihormati orang" (Kitab Bingcu V A:7/5).

ENAM hari lalu, masyarakat China, khususnya yang beragama Kong Hu Chu, merayakan Tahun Baru Imlek 2558 (Minggu 18 Februari 2007). Sebulan sebelumnya, umat Islam juga memperingati Tahun Baru Hijriyah 1428 (Sabtu 20 Januari 2007), dan dua pekan ke belakang umat Kristiani khususnya juga merayakan Tahun Baru Masehi 1 Januari 2007. Kedekatan atau nyaris terjadinya pertemuan tahun baru itu; Tahun Masehi, Tahun Hijri, dan Tahun Imlek, merupakan peristiwa biasa yang berubah berdasarkan hukum alam Sang Maha Pencipta.

Hampir bertemunya awal tahun ketiga jenis kalender ini juga dapat memiliki maknanya tersendiri bagi umat beragama di Indonesia. Di tengah peringatan awal tahun yang berbeda itu, bangsa Indonesia terus-menerus dilanda berbagai musibah dan ujian, yang akhir-akhir ini semakin berat tantangan dan cobaannya. Mulai dari hilangnya pesawat terbang di udara, tenggelamnya kapal di laut, hingga longsor, banjir, gempa, angin puting beliung, kecelakan kereta api, dan berbagai konflik di darat yang menimpa sebagian masyarakat Indonesia.

Berbagai peristiwa mengharukan dan menyedihkan itu mengajarkan kita untuk bersabar, saling berbagi, berbuat kebaikan, dan saling cinta kasih antarsesama manusia. Datangnya ketiga tahun baru itu seharusnya memperkuat solidaritas antarumat beragama di masa-masa kini dan mendatang. Sepatutnyalah kita tidak terlalu asyik-mansyuk dengan diri sendiri atau kelompok sendiri di tahun baru ini, tanpa memiliki rasa empati, prihati, dan ketidakpedulian terhadap sesama manusia, serta menutup matahatiókhususnya bagi mereka yang tertimpa musibah.

Ikhtiar dan Doa

Dalam hari-hari tahun baru ini, sebagai manusia Indonesia yang beriman dan percaya kepada Tuhan YME, kita sangat dianjurkan memperbanyak ikhtiar dan doa. Berikhtiar agar kita dapat melakukan yang maksimal dan terbaik untuk menghindari jatuhnya demikian banyak korban di masa depan; dan senantiasa berdoa agar kita semua diberi kekuatan iman menghadapi segala ujian dan cobaan; dan agar kita dilindungi-Nya dalam perjalanan hidup kita hari ini dan esok.

Karena itu, sangatlah tepat jika dalam peringatan tahun baru ini kita meneguhkan diri untuk selalu menebar cinta kasih, kebajikan, dan kebaikan atau perbuatan baik. Berbuat kebaikan sangat dianjurkan setiap agama; termasuk Kristen, Islam, dan Kong Hu Chu. Salah satu kebaikan atau perbuatan baik yang sangat relevan dengan persoalan yang kita hadapi sekarang adalah melakukan "derma" kepada saudara-saudara kita yang mengalami musibah. Kita mendermakan harta yang dicintai kepada orang-orang yang membutuhkan.

Mendermakan hartaósekalipun mungkin hanya sebagian kecil dari yang kita milikiótidak selalu mudah. Apalagi jika harta yang dimiliki itu diperoleh secara halal dengan usaha-usaha yang tidak mudah dan bersusah payah. Namun, di sinilah letak kunci prinsip ajaran agama bahwa harta yang kita miliki itu adalah "ujian"; ujian apakah kita akan dikuasai dan diperbudak oleh harta itu, atau sebaliknya, kita sang pemilik justru yang mengendalikan harta itu, sehingga mendatangkan manfaat yang maksimal baik bagi diri, masyarakat, dan agama.

Kemampuan mengendalikan harta dan, sebaliknya, tidak dikuasai harta atau bahkan apa saja yang dicintai seseorang dalam kehidupannya merupakan salah satu dari perintah agama. Kewajiban melaksanakan "derma" tidak lain dimaksudkan sebagai sebuah ungkapan rasa syukur terhadap berbagai nikmat yang telah diberikan Tuhan kepada kita sebagai hambaNya yang beriman.

Di dalam Islam, perintah "berderma" bisa dalam bentuk "berinfak, bersedekah, berzakat, dan berkurban". Dengan berderma, kita dapat mengasah diri sendiri untuk selalu peka dan peduli terhadap sesama manusia. Di dalam Islam, ketidakpekaan dan ketidakpedulian terhadap orang lain, khususnya kepada anak yatim, fakir miskin, dan kaum dhuafa, dikategorikan sebagai pendusta agama (QS al-Ma'un/107: 1-7).

Setidaknya ada tiga hal penting yang bisa kita petik dari ayat QS al-Ma'unn/107: 1-7 tersebut. Pertama, bahwa sebagai orang yang beriman, kita diperintahkan berderma sebagai wujud syukur. Kedua, bahwa kita tidak boleh memilih-milih sesuatu yang kita dermakan kepada orang yang berhak menerima dengan hal yang buruk-buruk saja, sedangkan yang baik-baik untuk diri sendiri. Dan ketiga, firman Allah ini menjadi peringatan bagi kita, bahwa kita adalah makhluk Allah yang tidak memiliki apa-apa, sedangkan Allah itu Mahakaya.

Memulai tahun baru ini, sepatutnyalah kita bertekad untuk mengasah terus-menerus sikap peka dan peduli kepada sesama umat manusia, yaitu sekali lagi, dengan berderma. Sikap terpuji ini diharapkan bisa memperbaiki dan mampu membangun puing-puing musibah yang terus-menerus menimpa sebagian masyarakat kita.

Dengan berderma, insya Allah kita dapat meningkatkan sense of crisis pada diri kita; menumbuhkan kepekaan dan kepedulian, bahwa musibah yang menimpa bangsa Indonesia ini hanya bisa diselesaikan dengan membangun kesabaran, ketekunan, kesungguhan, cinta kasih, dan kerjasama yang solid di antara kita bersama.

Ketidakpekaan dan ketidakpedulian orang-orang berpunya terhadap sesama saudara yang ditimpa musibah tidak mencerminkan keimanan, kesabaran, solidaritas, pengendalian diri, dan cinta kasih. Orang-orang berada (aghniya) hendaknya tersentuh matahatinya, bahwa keberadaan dan eksistensi mereka tidak tercipta tanpa adanya warga lain dalam masyarakat. Mereka yang kaya tidak akan bisa hidup tanpa orang-orang miskin dan lemah. Jadi, tidak benar jika "posisi berada dan berdaya secara sosial, politik dan ekonomi" yang mereka raih dengan bantuan dari warga yang lain itu disombongkan justru kepada saudaranya yang menderita dan didera berbagai kesusahan dan kesulitan hidup.

Implikasi Kemiskinan

Sekali lagi, salah satu bentuk perbuatan baik atau kebaikan adalah mendermakan harta yang kita miliki. Kebutuhan untuk merealisasikan perbuatan baik (berderma) yang menghasilkan solidaritas sosial itu jelas terasa sangat mendesak di tanah air kita dalam hari-hari awal tahun ini. Di tengah berbagai musibah yang terjadi akhir-akhir ini, masyarakat kita di berbagai daerah juga dihadapkan kepada semakin melambungnya harga kebutuhan hidup; misalnya harga beras yang semakin tidak terkendali. Keadaan yang serba sulit itu semakin menambah jumlah masyarakat miskin.

Kemiskinan yang menimpa masyarakat kita berimplikasi pada meningkatnya jumlah anak-anak yang kekurangan makanan dan gizi, sehingga menderita berbagai penyakit, seperti busung lapar.

Jika krisis seperti ini terus berlanjut, maka akan terciptalah apa yang disebut orang sebagai "the lost generation", generasi yang hilang. Lebih jauh lagi, jika masalah ini tidak mendapat perhatian yang memadai dan gagal diatasi secara komprehensif, maka ia barangkali dapat mempengaruhi masa depan kita, yang selama ini dikenal sebagai daerah yang menghasilkan putra-putri dan generasi terbaik yang pada gilirannya memberikan sumbangan penting bagi bangsa dan negara.

Mengantisipasi dan mengatasi masalah ini mungkin tidak cukup dengan berkeluh kesah. Umat beragama, baik umat Kristen, Islam, dan Kong Hu Chu, yang telah dan kini memasuki pintu gerbang tahun baru seharusnya semakin memiliki kepedulian dan kepekaan dengan mendermakan harta kita kepada masyarakat yang memerlukannya.

Semoga Tahun Baru Masehi 2007, Tahun Baru Hijri 1428, dan Tahun Baru Imlek 2558 menjadi momentum baik untuk merajut atau merekatkan kembali tali cinta kasih sesama manusia, seperti disebut dalam Kitab Bingcu V A:7/5, yang dikutip pada awal tulisan ini. Wallahu a`lam bish shawab. (64)

- Prof Dr Azyumardi Azra, guru besar dan direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Doa Perlindungan dari Sihir dan Guna-guna

Rasulullah saw bersabda: “Jika Anda takut terhadap ganguan setan dan
sihir, maka bacalah ayat berikut:

اِنَّ رَبَّكُمُ اللهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ فِي
سِتَّةِ اَيَّامٍ، ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ، يُغْشِي اللَّيْلَ
النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيْثًا، وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُوْمَ
مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ، اَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ، تَبَارَكَ
اللهُ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ. اُدْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً
اِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ، وَلاَ تُفْسِدُوا فِي اْلأَرْضِ
بَعْدَ اِصْلاَحِهَا، وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَطَمَعًا اِنَّ رَحْمَةَ
اللهِ قَرِيْبٌ مِنَ الْمُحْسِنِيْنَ.
Inna Rabbukumullâhul ladzî khalaqas samâwâti wal ardha fî sittati
ayyâm, tsummastawâ `alal `arsyi, yughsyil laylan nahâra yathlubuhu

hatsîtsâ, wasy syamsa wal qamara wan nujûma musakhkharâtin/m

biramrihi, alâ lahul khalqu wal amru, tabârakallâhu Rabbul `âlamîn.
Ud`û Rabbakum tadharru`an wa khufyatan innahu lâ yuhibbul mu`tadîn.
Walâ tufsidû fil ardhi ba`da ishlâhihâ, wad`uhu khawfan wa thama`an
inna rahmatallâhi qarîbin/m minal muhsinîn. (Al-A`raf: 54-56)
(Kitab Mujarrabat Imamiyah)

Amalan Praktis, bermacam2 shalat sunnah dan doa-doa pilihan, dan
artikel2 Islami klik di sini:

Kiat-2 Menjalin dan Menumbuhkan Cinta dengan Rahasia Ayat Kursi

Tidak jarang cinta kasih dan mawaddah memudar di antara pasangan suami-isteri. Ada kala penyebabnya isteri dan ada kala penyebabnya suami. Da tidak jarang juga disebabkan oleh pihak ketiga, orang luar. Padahal pasangan suami-isteri diikat dengan pernikahan sebagai perjanjian Ilahiyah yang di dalam Al-Qur’an disebutkan “Mitsaqan ghalizha”, perjanjian yang berat dan besar, seperti perjanjian kenabian. Runtuhnya ikatan pernikahan dan pasangan suami-isteri dapat menggoncangkan Arasy Allah swt. Ini menunjukkan betapa besar dan pentingnya ikatan cinta dan kasih sayang antara suami-isteri. Lalu bagaimana bila mulai memudar rasa cinta di antara keduanya?

Adakah kiat-kiat untuk mengembalikan keutuhan di antara mereka? Dapatkah mereka mengembalikan cinta seperti malam pertama yang pernah mereka rasakan? Paling tidak, mereka dapatkah mengembalikan dan menumbuhkan rasa cinta yang menggereget di antara suami-isteri? Apa kiat-kiatnya? Dapat doa dijadikan wasilah untuk menumbuhkan rasa cinta? Saya katakana bisa. Karena doa merupakan aktivitas psikologis dan ruhani, dapat menstabilkan kondisi psikologis yang sedang kacau, dan dapat mendatang sesuatu yang menghilang dari hati yaitu rasa cinta. Tentu bergantung pada muatan dan nilai-nilai yang terkandung di dalam doa, disamping keyakinan yang kuat.

Tidak sedikit muatan dan nilai-nilai yang terkandung paling dalam di dalam doa tidak tertangkap oleh pikiran manusia, kecuali oleh orang-orang suci. Kita hanya dapat menangkap rahasia dan khasiatnya setelah membuktikan dan merasakannya. Seperti doa yang akan saya sebutkan ini. Doa ini dikenal dengan doa Mahabbah, doa untuk menumbuhkan rasa cinta. Rahasia dan khasiatnya diajarkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib (sa), yakni tentang di antara rahasia yang terkandung di dalam Ayat Kursi. Rahasia ayat Kursi ini dikutip dari kitab Mujarrbat Imamiyah.

Kitab Mujarrabat Imamiyah adalah kitab kumpulan Amalan praktis dan doa-doa pilihan serta rumus2 perhitungan, yang bersumber dari Ahlul bait Nabi saw dan keturunannya. Telah banyak dipraktekkan oleh kaum muslimin, tentu dengan penuh keyakinan dan dengan izin Allah swt, mereka banyak yang berhasil.

Kemudian bolehkan rahasia Ayat kursi ini digunakan pada yang bukan pasangan suami-isteri? Misalnya calon pasangan suami-isteri, atau belum resmi menjadi calon masih akan menjadi calon. Jawabannya berikut cara memanfaatkan rahasia Ayat Kursi untuk menumbuhkan rasa cinta, kunjungi:


Tak Sulit Mewujudkan Cinta Kasih

Tak Sulit Mewujudkan Cinta Kasih Kita ke dalam Tindakan Nyata - 01 Agustus 2006 - 06:02 (Diposting oleh: Editor)

“Kami tidak menyia-nyiakan waktu, walaupun satu menit saja, karena kami berharap apa yang kami lakukan bisa bertahan selamanya.
Yang terpenting adalah mengatasi segala hal yang ada saat ini sebaik mungkin dan berhati-hati dengan apa yang sedang berlangsung saat ini.”

Cheng Yen, pendiri Tzu Chi,
yayasan kemanusiaan yang berpusat di Hualien- Taiwan

Bagaimana mewujudkan kasih sayang dan cinta kita ke dalam suatu tindakan yang berarti bagi sesama yang sedang menderita atau sedang dilanda kesusahan? Yang jelas hal itu membutuhkan kekuatan besar. Dikatakan bahwa kekuatan terbesar di dunia ini adalah kekuatan untuk memberikan sesuatu kepada orang lain dengan ikhlas, entah dalam bentuk materi, waktu, motivasi atau tenaga.

Wanita yang dianggap sebagai mahluk tidak berdaya ternyata banyak berkiprah dalam misi kemanusiaan. Beberapa diantara mereka adalah Bunda Teresa atau Master Cheng Yen. Kedua wanita tersebut telah melakukan ribuan aktifitas dalam misi kemanusiaan yang menyentuh hati ribuan manusia di seluruh penjuru dunia. Ada baiknya kita belajar dari kedua wanita tersebut tentang bagaimana membuka hati sesering mungkin dan menghiasinya dengan cahaya cinta serta menemukan jati diri kita.

Teresa menegaskan bahwa yang terpenting untuk menolong orang yang sedang tertimpa kemalangan adalah segera melakukan tindakan nyata. Cheng Yen mengungkapkan hal senada ketika diwawancarai di Hualien – Taiwan. “Masyarakat harus aktif ambil bagian untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan. Di rumah sakit yang mengharuskan pasien membayar biaya administrasi terlebih dahulu sebelum mendapatkan pertolongan akan menghabiskan banyak waktu yang sangat berharga untuk memberikan pertolongan pertama,” katanya.

Semakin cepat memberikan bantuan, semakin baik. Teresa mencontohkan sebuah kelaparan yang pada saat itu sedang melanda penduduk di India. Diadakanlah konferensi di kota Bombai untuk membahas langkah-langkah penanggulangan kelaparan tersebut hingga 15 tahun ke depan. Teresa dijadwalkan hadir sebagai undangan istimewa. Tetapi wanita tersebut tersesat sehingga terlambat hadir.

Dengan tergopoh-gopoh Teresa datang ke komplek gedung konferensi tersebut. Tetapi sesaat sebelum memasuki gedung, Teresa melihat seseorang yang sedang sekarat karena kelaparan. Tanpa pikir panjang ia segera membawa orang itu ke kliniknya. Namun nyawa orang itu tak dapat tertolong. Kejadian membuatnya terpukul dan menyeru kepada dunia agar tidak menghabiskan waktu terlalu lama untuk berdiskusi, tetapi segera melakukan tindakan pertolongan yang nyata.

Teresa meminta kita segera mewujudkan cinta kasih kita kepada sesama, bahkan sejak detik ini. Tidak harus dalam jumlah besar, tidak juga terlalu sedikit. Langkah yang bisa kita tempuh misalnya secara disiplin menyisihkan uang lima ratus rupiah per hari. Lima ratus perak mungkin tidak ada arti bagi kita. Tetapi jumlahnya akan sangat besar bila digabungkan dengan ribuan orang lainnya, dan dikumpulkan secara rutin. Komitmen untuk mendermakan lima ratus rupiah saja adalah wujud tindakan nyata atas kasih sayang kita kepada sesama. Bantuan sekecil apa pun nantinya akan sangat berarti bagi ribuan orang yang membutuhkan bantuan, misalnya bagi seorang ibu miskin yang harus membesarkan anak-anaknya sendirian.

Misi kemanusiaan Cheng Yen, dalam sebuah organisasi kemanusiaan bernama Tzu Chi semula hanya didukung oleh 30 orang ibu rumah tangga. Mereka menyisihkan uang belanja setiap hari sebesar 50 sen atau sekitar 0,02 USD (200 rupiah jika nilai 1 USD setara dengan 10.000 rupiah). Kedermawanan Cheng Yen serta ketulusan hatinya menggerakkan puluhan ribuan orang donatur untuk sama-sama berpartisipasi dalam misi kemanusiaan tersebut.

Bermula dari uang 200 rupiah, Tzu Chi aktif membantu masyarakat yang ditimpa bencana di seluruh dunia. Mereka mengirimkan bantuan kepada para korban bencana alam di seluruh dunia berupa bantuan pangan, pakaian dan obat-obatan. Tzu Chi juga mengirimkan ribuan relawan profesional untuk memberikan penanganan medis serta membantu masyarakat membangun kembali kehidupan mereka.

Dengan dibantu lebih dari 30.000 relawan profesional, Tzu Chi telah berhasil mengentaskan ribuan masyarakat miskin, memberikan pelayanan kesehatan, mendirikan ratusan rumah sakit, sekolah, pusat penelitian dan pengembangan sosial budaya untuk komunitas lokal di lusinan negara, termasuk di Indonesia. Salah satu bintang di Asia versi majalah Business Week, terbitan bulan Juli 2000 itu menunjukkan bahwa misi kemanusiaan besar dan sangat berarti bermula hanya dari tindakan kedermawanan hati yang sederhana, yaitu beramal 200 rupiah per hari.

Selain itu, Cheng Yen menjadi tokoh yang sangat berpengaruh di Taiwan. Beberapa kandidat perdana menteri Taiwan bahkan sengaja mengunjunginya untuk mohon doa restu dan dukungan. Tak dapat dipungkiri bahwa popularitas dan pengaruh besar Cheng Yen dikarenakan kedisiplinan serta upayanya yang tulus dan ikhlas dalam misi kemanusiaan.

Begitupun Bunda Teresa, namanya harum di seluruh dunia karena ketulusan hatinya. Ia tidak pernah mengharapkan imbalan apapun atas bantuan yang sudah ia berikan. “Kalau kita melakukan sesuatu bantuan hanya ingin dapat nama atau penghargaan, perbuatan itu tidak akan bertahan lebih dari satu tahun. Hanya mereka yang berbuat untuk nama Tuhan, baru akan melanjutkan selama-lamanya,” katanya. Satu hal yang mesti kita sadari bahwa bantuan sekecil apapun yang dilakukan dengan tulus ikhlas pastilah memberikan dampak positif terhadap diri kita entah sekarang atau nanti.

Perjuangan kedua wanita tersebut dalam misi kemanusiaan juga memberikan satu teladan kepada kita, bahwa semangat kebersamaan untuk memberi merupakan kekuatan yang luar biasa. Suatu ketika Cheng Yen kehabisan dana untuk membangun sebuah rumah sakit. Seorang donatur kaya datang lalu menawarkan bantuan dana untuk menyelesaikan proyek tersebut hingga dapat dioperasikan. Tetapi Cheng Yen menolak tawaran itu. Ia berpendapat bahwa 30 aktifitas memberi akan jauh lebih penting dibandingkan satu aktifitas saja.

Ia ingin setiap proyek untuk misi kemanusiaan, misalnya membangun rumah sakit, sekolah maupun pusat penelitian dan bantuan kemanusiaan lainnya terhadap korban bencana, menjadi sarana bagi banyak orang untuk ikut berpartisipasi dalam memberi. “Percaya pada diri sendiri, bahwa apa yang ingin saya wujudkan adalah murni. Percaya pada orang lain bahwa setiap manusia pasti ada cinta, yang sedang menunggu untuk dibangkitkan,” tegasnya. Dengan keyakinan itu pula, Cheng Yen berhasil menyelesaikan semua proyek kemanusiaan Tzu Chi, termasuk proyek yang paling sulit sekalipun yaitu membangun rumah sakit di beberapa tempat di seluruh dunia yang dilengkapi dengan sarana modern dan tenaga medis profesional.

Beberapa hal yang terungkap, tentang kiprah Master Cheng Yen maupun Bunda Teresa dalam misi kemanusiaan, tak sulit kita ikuti. Langkah-langkah yang mereka tempuh sangat sederhana, tetapi sarat semangat kebersamaan dan ketulusan hati. Tak ada salahnya bila sejak detik ini kita tergerak untuk mengikuti langkah-langkah sederhana kedua wanita mulia itu, sekaligus membuktikan bahwa kitapun mampu memberi arti bagi orang lain.

* Andrew Ho adalah seorang motivator, pengusaha, dan penulis buku-buku best seller.

Mendidik dan Membangun Melalui 4 Pilar

Pada tahun 2003 terbit sebuah buku berjudul “HEROIC LEADERSHIP. Best Practices from a 450 Year Old Company that Changed the World”, yang ditulis oleh Chris Lowney. Kemudian pada tahun 2005 diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Praktik Terbaik ‘Perusahaan’ Berumur 450 Tahun yang Mengubah Dunia”. Barangkali banyak dari antara kita yang sudah membacanya dan memperoleh sesuatu dari situ.

Pokok perhatian buku ini adalah soal kepemimpinan, lebih khusus lagi kepemimpinan yang diinspirasikan oleh para Yesuit, sejak awal pendirian Serikat Yesus (tahun 1540) sampai dengan detik ini. Disampaikan kepada kita bagaimana sang Pendiri Yesuit, Ignatius de Loyola, dan kelompok awal mewariskan sebuah modus kepemimpinan yang mendobrak trend zamannya, bertahan terus sampai sekarang, dan mulai mencuat sebagai trendsetter model kepemimpinan zaman ini. Ada empat prinsip yang ditawarkan mengenai kepemimpinan: kita semua memimpin sepanjang waktu, maka kita adalah pemimpin; kepemimpinan timbul dari dalam; kepemimpinan adalah cara hidup, the way of life; menjadi pemimpin adalah proses pengembangan diri terus menerus. Model kepemimpinan seperti ini disebut corporate culture, yang meyakini bahwa kepemimpinan tidak dibatasi oleh kesempatan, tetapi oleh mutu respons seseorang. Kepemimpinan seperti ini dikembangkan dan dibangun atas dasar empat pilar yang oleh para Yesuit disebut nuestro modo de proceder (the way we do things).

Kalau ditelaah lebih jauh, model kepemimpinan seperti ini bukanlah monopoli Ignatius de Loyola dan para Yesuit. Banyak orang atau pihak yang memiliki dan telah mempraktikkannya. Hanya apakah itu sungguh disadari benar, inilah yang membedakan. Nah, pada titik inilah saya tergelitik dan tersadarkan bahwa model itu ada dalam Kongregasi saya, dan sungguh telah diangkat pada tataran praksis oleh Pater Berthier, sang Pendiri. Lewat angle dan teropong pandang inilah, saya menemukan perspektif lain dan inspirasi dari sosok pribadi Pater Berthier. Mari kita meneropong kehidupan P. Berthier dengan teropong ini dan semoga memperoleh inspirasi dari situ.

Empat Pilar

Kepemimpinan yang dibangun di atas keempat pilar akan menciptakan substansi kepemimpinan : kesadaran diri (self-awareness), ingenuitas (ingenuity), cinta kasih (love), dan semangat heroisme (heroism)

Self-awareness. Kesadaran diri berarti seseorang memahami siapa dirinya dan apa yang dianggap bernilai, dengan menjadi sadar akan titik-titik kelemahan yang tersembunyi atau kelemahan-kelemahan yang dapat membuat dia menyimpang, dan dengan memelihara kebiasaan refleksi diri dan belajar tanpa henti. P. Berthier tahu betul siapa dirinya dan apa yang bernilai baginya. Dia memutuskan untuk menjadi imam dan bergabung dengan para misionaris La Salette (MS). Imamat baginya bukan cita-cita, melainkan panggilan hidup. Maka ia sungguh mempersiapkan dirinya untuk karyanya sebagai imam. Dia belajar sungguh-sungguh dan memanfaatkan semua bakat serta waktu yang dimiliki, bahkan sampai mengucapkan kaul waktu. Kondisi fisik dan kesehatannya yang kurang mendukung tidak menjadi alasan untuk permisif terhadap diri sendiri. Kita mewarisi banyak karyanya dalam bentuk buku dan tulisan. Tapi bukan itu yang terpenting. Hal yang terpenting adalah semangat yang mampu menghasilkan itu semua.

Hanya orang yang tahu siapa dirinya dan apa yang diinginkannya dapat mengejarnya dengan penuh semangat dan mengilhami orang lain untuk berbuat demikian. Hanya orang yang telah mampu menandai kelemahan-kelemahannya sendiri dapat mengatasi kelemahan-kelemahan itu. Kesadaran diri tidak pernah menjadi produk instan yang sekali jadi dan mudah diperoleh di toko-toko.

Ingenuity. Ingenuitas berarti kemampuan membuat diri sendiri dan orang lain merasa nyaman hidup dalam dunia yang terus berubah. Seseorang ingin sekali mengeksplorasi gagasan, pendekatan, dan budaya baru, bukannya bersikap defensif menarik diri dari apa yang diam-diam menghadang di tikungan hidup selanjutnya. Tertambat pada nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang tak dapat ditawar, seseorang dengan semangat ingenuitas memelihara sikap « lepas bebas » yang memungkinkan ia beradaptasi dengan penuh keyakinan diri. Dengan bahasa lain, orang dengan semangat ingenuitas hidup dengan satu kaki terangkat untuk selalu siap sedia merespons setiap peluang yang muncul.

Situasi MS yang diancam oleh kekurangan tenaga dipecahkan P. B erthier dengan gagasan brilian mendirikan sekolah apostolik. Tidak sekedar meniru sekolah apostolik yang sudah ada, dia mendirikan dengan gaya dan pendekatan sendiri. Anjuran Sri Paus akan tenaga misionaris dan banyaknya panggilan terlambat ditanggapi oleh P. Berthier dengan mendirikan Kongregasi MSF. Kekerasan hati para pembesar MS tidak menamatkan cita-citanya. Ia terus mencari cara dan terobosan demi memenuhi tenaga pekerja di kebun karet Tuhan. Situasi Prancis yang tidak memungkinkan memulai karya baru ini, mengarahkannya ke Grave, Belanda. Kekurangan tenaga pengajar di Grave diatasi dengan sistem kakak membimbing adik. Ia berusaha merespons peluang yang diberikan Tuhan. Bukan seberapa besar peluang yang datang, tapi seberapa besar respons yang diberikan kepada setiap peluang yang ada. P. Berthier menjadikan seluruh dunia rumahnya sendiri, tempat ia dengan nyaman bermain, belajar, berdoa, dan tinggal di dalamnya. P. Berthier membebaskan diri dari kebiasaan-kebiasaan, prasangka-prasangka, preferensi-preferensi budaya yang diwarisi, dan sikap ‘kita selalu menempuh cara ini’ – barang bawaan yang menghambat respons adaptif yang cepat.

Love. Cinta kasih : dengan cinta kasih yang lebih besar daripada ketakutan. Dengan cinta kasih, seseorang menghadapi dunia dengan pemahaman yang sehat dan yakin tentang diri sendiri yang dianugerahi bakat, harkat, dan potensi untuk memimpin. Sifat-sifat yang sama ini ditemukan juga dalam diri orang-orang lain dan dengan semangat berkobar berkomitmen untuk menghormati dan membuka tali kekang potensi yang ada dalam dirinya dan orang-orang lain itu. Mereka menciptakan lingkungan yang terikat dan disemangati oleh kesetiaan, afeksi, dan sikap saling mendukung. Jangan pernah menolak orang yang berbakat, juga siapa pun yang berkualitas.

Kita masih ingat bagaimana komunitas pertama di Grave berjuang untuk survive. Banyak yang masuk dan banyak pula yang keluar, sampai akhirnya terbentuk semacam komunitas inti. Kita juga tentu ingat rasa hormat dan kagum yang diberikan para siswa kepada P. Berthier. Rumah yang ditandai oleh kemiskinan teramat ekstrem memancarkan cahaya yang gilang gemilang sebagai surga bagi benih pertama MSF berkat semangat cinta kasih ini. P. Berthier menggoreskan teori dan memberikan pelajaran cinta kasih lewat praksis yang dirajut dalam hidup bersama dengan para siswa. Potensi setiap anggota komunitas dibuka demi hidup bersama yang lebih baik. Mereka mendapat semangat dengan bekerja sama dan untuk rekan yang menghargai, mempercayai, dan mendukung mereka. Komunitas ini diikat dengan kesetiaan dan afeksi, bukan dicabik-cabik dengan praktik menusuk dari belakang dan kebiasaan saling menyalahkan atas peristiwa yang sudah terjadi.

Semangat cinta kasih yang ditunjukkan P. Berthier dan komunitas purba MSF jauh lebih besar dari ketakutan akibat perbedaan budaya dan bahasa, situasi kemiskinan yang ekstrem, dan masa depan yang masih menggantung di awang-awang.

Heroism. Semangat heroisme membayangkan masa depan yang inspiratif dan berjuang untuk mewujudkannya ketimbang pasif menyaksikan masa depan terjadi di sekeliling kita. Pahlawan dan pemenang mengeluarkan emas dari peluang yang ada daripada menunggu peluang emas disodorkan kepada mereka. Semangat heroisme membangkitkan hasrat yang besar. Ini semacam daya magis yang melecut diri untuk selalu menghasilkan lebih. Seseorang dengan dorongan magis ini tidak pernah puas melaksanakan kewajiban an sich atau menerima status quo, melainkan cenderung gelisah mencari sesuatu yang lebih, sesuatu yang lebih besar. Dengan kata lain, orang akan selalu gelisah untuk sampai pada limit rahmat yang diterimanya dari Allah. Ia akan bersikap seolah-olah dunia tergantung pada apa yang sedang dikerjakannya.

P. Berthier tidak pernah puas dengan pelajaran yang diterimanya di sekolah dan seminari. Ia menambah dan memperkaya diri dengan macam-macam bahan demi karyanya sebagai imam. Daya magis yang hidup dalam dirinya memampukan ia pergi ke Belanda hanya dengan satu koper butut dan basis finansial yang kurang memadai. Ia menggantungkan cita-citanya di langit dan berusaha keras terbang meraihnya. Ketika karya misi di Norwegia dan Kalimantan dan Jawa ditawarkan kepada Kongregasi yang masih muda itu, para pendahulu kita tanpa ragu menyabetnya dan menghasilkan emas dari peluang itu. Para pendahulu kita di Kalimantan juga dengan semangat magis yang berkobar menjelajah hutan dan sungai Kalimantan menyebarkan warta suka cita pembebasan tahun rahmat Tuhan telah datang. Kini kita dengan penuh hormat kagum memandang keempat keuskupan dan banyak karya yang menjadi bukti semangat heroik mereka. Apakah kita siap dan mampu mengembangkan karya-karya itu dengan semangat heroisme yang sama ?

So, what ?

Kesadaran diri, ingenuitas, cinta kasih, dan heroisme. Bukanlah empat tekhnik, melainkan empat prinsip yang membentuk sebuah cara hidup, sebuah modo de proceder (cara bertindak). P. Berthier tidak pernah mengajarkan keempat pilar ini. Ia menghidupinya dan menularkannya kepada para siswa, dan para siswa menyampaikannya kepada kita kini dan di sini. P. Berthier adalah pemimpin dan membentuk kita menjadi pemimpin juga. Ia mengeluarkan kemampuan memimpin kita masing-masing sebagai anggota MSF.

Dengan perkataan lain, P. Berthier memperlengkapi para calon MSF untuk berhasil dengan membentuk kita menjadi pemimpin yang :

  • memahami kekuatan, kelemahan, nilai-nilai, dan pandangan hidup kita
  • berinovasi dan beradaptasi dengan yakin untuk merangkul seluruh dunia
  • membangun kontak dengan orang lain dalam sikap yang positif, penuh cinta kasih
  • menyemangati diri sendiri dan orang lain dengan ambisi-ambisi heroik.

Apakah kita sudah tertular virus P. Berthier ini ???

MEMBANGUN CINTA KASIH TERHADAP ANAK

7 CARA MENCIPTAKAN CINTA KASIH

DALAM DIRI ANAK

Salah satu kebutuhan dasar anak-anak adalah cinta kasih. Ketika seorang anak mendapatkan dirinya dicintai, kelak ia akan berkembang menjadi anak yang tahu mencintai orang tua, mencintai dirinya, dan mencintai orang lain. Sesungguhnya orang yang mengenal dicintai dan mencintai adalah kebahagiaan hidup yang sejati.

Apakah Saudara merindukan agar anak-anak Saudara dapat menjadi anak yang bertumbuh dalam cinta kasih yang membawa kebahagiaan? Bukan kebencian, kepahitan dan dendam yang membawa penderitaan dan kesusahan? Kalau ya, ikutilah tujuh cara di bawah ini.

  1. PERLIHATKAN CINTA KASIH ANTARA SUAMI DAN ISTRI
  2. Hampir semua karakter anak-anak dipelajari dari meniru orang tua mereka. Jika anak-anak sering melihat orang tuanya bertengkar, marah-marah, saling membenci, saling menghina dan saling memusuhi, secara tidak sadar otak dan hatinya akan merekam semua peristiwa yang menyakitkan tersebut. Lama-kelamaan anak-anak akan bertumbuh menjadi anak yang juga berwatak keras, pembenci, dendam, suka bertengkar, bermusuhan, dan tidak tahu mengasihi.

  3. MENERIMA ANAK SEBAGAIMANA ADANYA
  4. Semua anak adalah unik. Artinya tidak ada dua orang anak yang sama 100% walaupun mereka kembar. Sebab itu orang tua harus mampu mengenal dan menemukan keunikan anaknya masing-masing. Selanjutnya orang tua harus menerima keberadaan anaknya secara utuh tanpa harus membanding-bandingkan dengan anak yang lain. Maka, anak tersebut akan bertumbuh menjadi anak yang percaya diri, tahu menghargai diri, dan tahu menghargai orang lain.

    Sebaliknya jika orang tua menuntut anaknya menjadi seperti orang lain, mis: meniru kakaknya, atau menjadi seperti ayah, atau ibu, atau "seseorang" lain, anak tersebut akan merasakan "tekanan" pada dirinya, yang pada akhirnya mengakibatkan frustrasi, depresi, atau kebencian terhadap orang tua. Alhasil, anaknya tidak merasakan dicintai, dan tidak akan pernah belajar mencintai pula.

  5. MENGHARGAI ANAK MELEBIHI MATERI
  6. Ada sebagian orang tua yang begitu mementingkan materi (uang, harta benda) sehingga tidak perna ada waktu yang disediakan bagi anak; atau bahkan ada yang tidak sungkan-sungkan mempertaruhkan nilai moral dan harga diri demi sejumlah uang. Misalnya: berdusta, berjudi, melanggar hukum, atau melakukan kejahatan lainnya. Hal-hal ini akan membuat anak memiliki konsep yang salah terhadap nilai seorang manusia. Dia akan bertumbuh menjadi seorang yang lebih menghargai materi daripada harga dirinya, atau harga diri orang lain. Materi baginya segala-galanya seperti yang diterima dan dialami dalam keluarganya.

    Setelah dia dewasa, dia akan lebih mencintai uang daripada mencintai orang tua; lebih mementingkan uang daripada harga dirinya atau nyawanya; dan tidak pernah akan belajar menghargai manusia lebih daripada materi dan harta benda lainnya. Ini sangat berbahaya.

  7. MELAKUKAN TINDAKAN KASIH YANG NYATA
  8. Cinta kasih bukanlah kata benda, melainkan kata kerja. Dengan kata lain, cinta kasih haruslah dipraktikkan dalam perbuatan-perbuatan baik dan nyata. Kasih tidak ada gunanya jika hanya dibicarakan, didiskusikan, dan diperdebatkan. Orang tua yang ingin anaknya kelak memiliki watak cinta kasih, hendaklah mulai menanamkan perbuatan-perbuatan baik kepada anak-anaknya sejak umur dini. Untuk itu seringkali dibutuhkan kerelaan untuk berkorban bagi anak-anak; bukan saja secara materi, yang lebih penting adalah waktu, perhatian, tenaga, dan bantuan-bantuan lainnya.

    Anak yang mengalami tindakan-tindakan kasih dari orang tuanya akan bertumbuh menjadi seorang yang berjiwa besar dan berhati lembut dan berwatak rela untuk menolong siapa saja yang membutuhkan. Kelak, dia akan sangat berterima kasih kepada orang tuanya, dan akan sangat mencintai mereka, serta menjadi berkat bagi banyak orang lain.

  9. SUKA MENDENGARKAN ANAK
  10. Pada umumnya orang tua cenderung membangun komunikasi satu arah dengan anaknya, yaitu hanya memberikan nasihat, menggurui, dan menuntut sang anak mendengarkan, taat, dan mendengarkan. Anak tidak diijinkan banyak bicara apalagi membantah. Akibatnya tidak sedikit anak yang "tertekan", "main pintu belakang, diam-diam memberontak atau terang-terangan menunjukkan kebencian terhadap orang tuanya, karena mereka merasakan haknya untuk berbicara dan didengar telah direbut oleh orang tuanya.

    Jika orang tua ingin anaknya menciptakan pertumbuhan yang normal dan sehat pada anak, khususnya memiliki watak dan pribadi yang tahu mencintai dan menghargai orang lain, maka adalah mutlak orang tua harus mengahargai hak anak untuk berbicara dan didengarkan. Memang tidak mudah. Namun tidak berarti mustahil bukan? Orang tua perlu menyediakan waktu untuk mendengarkan anak-anaknya berbicara, mengeluh, menyampaikan ketidak-setujuan, mengajukan pendapatnya, bahkan menyatakan protesnya. Janganlah mendengarkan sambil membaca koran, menonton TV, atau mengerjakan sesuatu yang lain. Belajarlah menghargai mereka dengan mendengarkan secara serius dan penuh perhatian serta memandang matanya. Setelah itu barulah orang tua mengarahkan anaknya ke jalan yang benar melalui komunikasi dua arah. Sesungguhnya, komunikasi itu bukan saja berbicara, tetapi mendengarkan. Ya. Mendengarkan.

  11. PERCAYA KEPADA ANAK
  12. Anak yang dipercayai perkataannya dan perbuatannya oleh orang tuanya akan merasakan dirinya diakui eksistansinya, dihargai, dan dicintai. Sebaliknya anak yang sering dicurigai - biasanya karena pernah berdusta atau melakukan kesalahan - akan merasakan dirinya tidak berguna lagi. Walaupun ia sudah mencoba berubah dan melakukan hal-hal yang benar, namun orang tua tidak pernah sungguh-sungguh memaafkannya dan mempercayainya. Akibatnya ia akan merasa tidak berharga, najis, tidak dimiliki, dan ia akan nekad untuk melakukan hal-hal yang lebih jahat lagi. Mungkin mottonya: "Toh, sudah kepalang basah, dan tidak pernah dipercaya lagi, untuk apa saya berbuat baik dan mengasihi mereka? Sekalian saja saya rusak!"

    Sebaliknya jika orang tua mengenal ketidak-sempurnaan manusia, ia akan belajar memaafkan kesalahan, menerima kembali anak secara utuh, dan mempercayai anaknya sepenuhnya. Hal ini akan membuat anak merasakan dicintai, diterima, dan dipulihkan dari segala kelemahan dan kesalahannya. Akibatnya segala kepahitan, atau kebencian, atau luka-luka batin akan sembuh dan digantikan dengan sukacita, damai, rasa aman, penuh semangat, dan percaya diri. Semua ini akan membangun watak cinta kasih yang sangat mulia.

  13. MEMBAGI PENGALAMAN

Pengalaman adalah guru yang terbaik. Namun jarang sekali orang tua yang mau membagi-bagikan pengalaman pribadi mereka kepada anak-anaknya. Mungkin ada pengalaman yang kurang baik, menyakitkan, atau kurang membangun. Namun sesungguhnya melalui pembagian pengalaman inilah anak-anak akan belajar fakta-fakta hidup yang sebenarnya. Selain itu anak akan diajar untuk terbuka karena orang tua berani untuk membuka dirinya.

Keterbukaan adalah salah satu syarat mutlak untuk menciptakan watak cinta kasih. Karena kasih itu jujur dan terbuka, berani mengaku salah, dan rela memaafkan. Pengalaman yang pahit ataupun manis, berhasil ataupun gagal, baik atau buruk, memiliki pelajaran yang sama berharganya bagi anak-anak. Mereka akan merasakan dilibatkan dalam kehidupan yang sesungguhnya, dihargai, dicintai. Plus, mereka akan tahu menghargai dan mencintai kehidupan ini, serta mengasihi orang tuanya sebagaimana adanya.

Saudara, mari kita belajar bersama untuk menciptakan anak-anak yang bertumbuh dan berkembang dalam cinta kasih; mengalami apa itu dicintai dan mencintai. Karena inilah sesungguhnya makna dan tujuan membangun keluarga yang sehat dan bahagia. (GI. Eddy Fances-Indonesian Journal _ Sept. 2000)

24 Kunci Membina Keluarga Sakinah

24 pedoman membina rumah tangga sakinah…

Filed under: info rada penting — khuclukz @ 7:42 am

oleh2 dari perbincangan hangat dengan seorang teman di lab. software.

semoga bermanfaat.

  1. Jangan tertarik kepada seseorang karena parasnya, sebab keelokan paras apat menyesatkan.
    Jangan pula tertarik kepada kekayaannya,karena kekayaan dapat musnah.
    Tertariklah kepada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum, karena hanya senyum yang
    dapat membuat hari-hari yang gelap menjadi cerah. Semoga kamu menemukan orang seperti itu.
  2. Ada saat-saat dalam hidup ketika kamu sangat merindukan seseorang
    sehingga ingin hati menjemputnya dari alam mimpi dan memeluknya dalam alam nyata.
    Semoga kamu memimpikan orang seperti itu.
  3. Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan, pergilah ke tempat
    tempat kamu ingin pergi, jadilah seperti yang kamu inginkan, karena kamu
    hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan hal-hal
    yang ingin kamu lakukan.
  4. Semoga kamu mendapatkan kebahagiaan yang cukup untuk membuatmu baik
    hati,cobaan yang cukup untuk membuatmu kuat, kesedihan yang cukup untuk
    membuatmu manusiawi, pengharapan yang cukup untuk membuatmu bahagia dan
    uang yang cukup untuk membeli hadiah-hadiah.
  5. Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain dibukakan.
    Tetapi acapkali kita terpaku terlalu lama pada pintu yang tertutup
    sehingga tidak melihat pintu lain yang dibukakan bagi kita.
  6. Sahabat terbaik adalah dia yang dapat duduk berayun-ayun di beranda
    bersamamu, tanpa mengucapkan sepatah katapun, dan kemudian kamu
    meninggalkannya dengan perasaan telah bercakap-cakap lama dengannya.
  7. Sungguh benar bahwa kita tidak tahu apa yang kita milik sampai kita
    kehilangannya, tetapi sungguh benar pula bahwa kita tidak tahu apa yang
    belum pernah kita miliki sampai kita mendapatkannya.
  8. Pandanglah segala sesuatu dari kacamata orang lain. Apabila hal itu
    menyakitkan hatimu, sangat mungkin hal itu menyakitkan hati orang itu pula.
  9. Kata-kata yang diucapkan sembarangan dapat menyulut perselisihan.
    Kata-kata yang kejam dapat menghancurkan suatu kehidupan. Kata-kata yang
    diucapkan pada tempatnya dapat meredakan ketegangan. Kata-kata yang penuh
    cinta dapat menyembuhkan dan memberkahi.
  10. Awal dari cinta adalah membiarkan orang yang kita cinta menjadi
    dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kita inginkan.
    Jika tidak, kita hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kita temukan di dalam dia.
  11. Orang-orang yang paling berbahagia tidak selalu memiliki hal-hal
    terbaik, mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik dari setiap hal
    yang hadir dalam hidupnya.
  12. Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dengan beberapa orang yang salah
    sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana
    berterima kasih atas karunia itu.
  13. Hanya diperlukan waktu semenit untuk menaksir seseorang, sejam untuk
    menyukai seseorang dan sehari untuk mencintai seseorang, tetapi diperlukan
    waktu seumur hidup untuk melupakan seseorang.
  14. Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis, mereka yang disakiti
    hatinya, mereka yang mencari dan mereka yang mencoba. Karena hanya mereka
    itulah yang menghargai pentingnya orang-orang yang pernah hadir dalam
    hidup mereka.
  15. Cinta adalah jika kamu kehilangan rasa, gairah, romantika dan masih
    tetap peduli padanya.
  16. Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang
    yang sangat berarti bagimu dan mendapati pada akhirnya bahwa tidak
    demikian adanya dan kamu harus melepaskannya.
  17. Cinta dimulai dengan sebuah senyuman, bertumbuh dengan sebuah ciuman
    dan berakhir dengan tetesan air mata.
  18. Cinta datang kepada mereka yang masih berharap sekalipun pernah
    dikecewakan, kepada mereka yang masih percaya sekalipun pernah
    dikhianati,kepada mereka yang masih mencintai sekalipun pernah disakiti
    hatinya.
  19. Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu,
    tetapi yang lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan tidak pernah
    memiliki keberanian untuk mengutarakan cintamu kepadanya.
  20. Masa depan yang cerah selalu tergantung kepada masa lalu yang
    dilupakan,kamu tidak dapat hidup terus dengan baik jika kamu tidak
    melupakan kegagalan dan sakit hati di masa lalu.
  21. Jangan pernah mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau
    mencoba,jangan pernah menyerah jika kamu masih merasa sanggup jangan
    pernah mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.
  22. Memberikan seluruh cintamu kepada seseorang bukanlah jaminan dia akan
    membalas cintamu! Jangan mengharapkan balasan cinta, tunggulah sampai
    cinta berkembang di hatinya, tetapi jika tidak, berbahagialah karena cinta tumbuh dihatimu.
  23. Ada hal-hal yang sangat ingin kamu dengar tetapi tidak akan pernah
    kamu dengar dari orang yang kamu harapkan untuk mengatakannya. Namun demikian
    janganlah menulikan telinga untuk mendengar dari orang yang mengatakannya
    dengan sepenuh hati.
  24. Waktu kamu lahir, kamu menangis dan orang-orang disekelilingmu tersenyum
    jalanilah hidupmu sehingga pada waktu kamu meninggal, kamu tersenyum dan
    orang-orang disekelilingmu menangis.

Membina Rumah Tangga

Setiap insan yang hidup pasti menginginkan dan mendambakan suatu kehidupan yang bahagia, tentram, sejahtera, penuh dengan keamanan dan ketenangan atau bisa dikatakan kehidupan yang sakinah, karena memang sifat dasar manusia adalah senantiasa condong kepada hal-hal yang bisa menentramkan jiwa serta membahagiakan anggota badannya, sehingga berbagai cara dan usaha ditempuh untuk meraih kehidupan yang sakinah tersebut.

Pembaca yang budiman, sesungguhnya sebuah kehidupan yang sakinah, yang dibangun diatas rasa cinta dan kasih sayang, tentu sangat berarti dan bernilai dalam sebuah rumah tangga. Betapa tidak, bagi seorang pria atau seorang wanita yang akan membangun sebuah rumah tangga melalui tali pernikahan, pasti berharap dan bercita-cita bisa membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah, ataupun bagi yang telah menjalani kehidupan berumah tangga senantiasa berupaya untuk meraih kehidupan yang sakinah tersebut.

HAKEKAT KEHIDUPAN RUMAH TANGGA YANG SAKINAH

Pembaca yang budiman, telah disebutkan tadi bahwasanya setiap pribadi, terkhusus mereka yang telah berumah tangga, pasti dan sangat berkeinginan untuk merasakan kehidupan yang sakinah, sehingga kita menyaksikan berbagai macam cara dan usaha serta berbagai jenis metode ditempuh, yang mana semuanya itu dibangun diatas presepsi yang berbeda dalam mencapai tujuan kehidupan yang sakinah tadi. Maka nampak di pandangan kita sebagian orang ada yang berusaha mencari dan menumpuk harta kekayaan sebanyak-banyaknya, karena mereka menganggap bahwa dengan harta itulah akan diraih kehidupan yang sakinah. Ada pula yang senantiasa berupaya untuk menyehatkan dan memperindah tubuhnya, karena memang di benak mereka kehidupan yang sakinah itu terletak pada kesehatan fisik dan keindahan bentuk tubuh. Disana ada juga yang berpandangan bahwa kehidupan yang sakinah bisa diperoleh semata-mata pada makanan yang lezat dan beraneka ragam, tempat tinggal yang luas dan megah, serta pasangan hidup yang rupawan, sehingga mereka berupaya dengan sekuat tenaga untuk mendapatkan itu semua. Akan tetapi, pembaca yang budiman, perlu kita ketahui dan pahami terlebih dahulu apa sebenarnya hakekat kehidupan yang sakinah dalam sebuah kehidupan rumah tangga.

Sesungguhnya hakekat kehidupan yang sakinah adalah suatu kehidupan yang dilandasi mawaddah warohmah (cinta dan kasih sayang) dari Allah subhanahu wata’ala Pencipta alam semesta ini. Yakni sebuah kehidupan yang dirihdoi Allah, yang mana para pelakunya/orang yang menjalani kehidupan tersebut senantiasa berusaha dan mencari keridhoan Allah dan rasulNya, dengan cara melakukan setiap apa yang diperintahkan dan meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Allah dan rasulNya.

Maka kesimpulannya, bahwa hakekat sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah adalah terletak pada realisasi/penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan berumah tangga yang bertujuan mencari ridho Allah subhanahu wata’ala. Karena memang hakekat ketenangan jiwa (sakinah) itu adalah ketenangan yang terbimbing dengan agama dan datang dari sisi Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana firman Allah (artinya):

“Dia-lah yang telah menurunkan sakinah (ketenangan) ke dalam hati orang-orang yang beriman agar keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” (Al Fath: 4)

BIMBINGAN RASULULLAH DALAM KEHiDUPAN BERUMAH TANGGA

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam selaku uswatun hasanah (suri tauladan yang baik) yang patut dicontoh telah membimbing umatnya dalam hidup berumah tangga agar tercapai sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Bimbingan tersebut baik secara lisan melalui sabda beliau shalallahu ‘alaihi wasallam maupun secara amaliah, yakni dengan perbuatan/contoh yang beliau shalallahu ‘alaihi wasallam lakukan. Diantaranya adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam senantiasa menghasung seorang suami dan isteri untuk saling ta’awun (tolong menolong, bahu membahu, bantu membantu) dan bekerja sama dalam bentuk saling menasehati dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan ketakwaan, sebagaimana sabda beliau shalallahu ‘alaihi wasallam:

اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ

“Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami) keras dalam meluruskannya (membimbingnya), pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya (yakni tidak membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-isteri (para wanita) dengan cara yang baik.” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)

Dalam hadits tersebut, kita melihat bagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam membimbing para suami untuk senantiasa mendidik dan menasehati isteri-isteri mereka dengan cara yang baik, lembut dan terus-menerus atau berkesinambungan dalam menasehatinya. Hal ini ditunjukkan dengan sabda beliau shalallahu ‘alaihi wasallam:

وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ

yakni “jika kalian para suami tidak menasehati mereka (para isteri), maka mereka tetap dalam keadaan bengkok,” artinya tetap dalam keadaan salah dan keliru. Karena memang wanita itu lemah dan kurang akal dan agamanya, serta mempunyai sifat kebengkokan karena diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok sebagaimana disebutkan dalam hadits tadi, sehingga senantiasa butuh terhadap nasehat.

Akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga bahkan ini dianjurkan bagi seorang isteri untuk memberikan nasehat kepada suaminya dengan cara yang baik pula, karena nasehat sangat dibutuhkan bagi siapa saja. Dan bagi siapa saja yang mampu hendaklah dilakukan. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):

“Dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 3)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ

“Agama itu nasehat.” (HR. Muslim no. 55)

Maka sebuah rumah tangga akan tetap kokoh dan akan meraih suatu kehidupan yang sakinah, insya Allah, dengan adanya sikap saling menasehati dalam kebaikan dan ketakwaan.

DIANTARA TIPS/CARA MERAIH KEHIDUPAN YANG SAKINAH

1. Berdzikir

Ketahuilah, dengan berdzikir dan memperbanyak dzikir kepada Allah, maka seseorang akan memperoleh ketenangan dalam hidup (sakinah). Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):

“Ketahuilah, dengan berdzikir kepada Allah, (maka) hati (jiwa) akan (menjadi) tenang.” (Ar Ra’d:28)

Baik dzikir dengan makna khusus, yaitu dengan melafazhkan dzikir-dzikir tertentu yang telah disyariatkan, misal:

أَسْتَغْفِرُالله ,

dan lain-lain, maupun dzikir dengan makna umum, yaitu mengingat, sehingga mencakup/meliputi segala jenis ibadah atau kekuatan yang dilakukan seorang hamba dalam rangka mengingat Allah subhanahu wata’ala, seperti sholat, shoum (puasa), shodaqoh, dan lain-lain.

2. Menuntut ilmu agama

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ

“Tidaklah berkumpul suatu kaum/kelompok disalah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid), (yang mana) mereka membaca Al Qur`an dan mengkajinya diantara mereka, kecuali akan turun (dari sisi Allah subhanahu wata’ala) kepada mereka as sakinah (ketenangan).” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)

Dalam hadits diatas, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memberikan kabar gembira bagi mereka yang mempelajari Al Qur`an (ilmu agama), baik dengan mempelajari cara membaca maupun dengan membaca sekaligus mengaji makna serta tafsirnya, yaitu bahwasanya Allah akan menurunkan as sakinah (ketenangan jiwa) pada mereka.

Pembaca yang budiman, demikianlah diantara beberapa hal yang bisa dijadikan tips untuk meraih dan membina rumah tangga yang sakinah. Wallahu a’lam. Semoga kajian ringkas ini dapat kita terapkan dalam hidup berkeluarga sehingga Allah menjadikan keluarga kita keluarga yang sakinah mawaddah warohmah. Amiin, Ya Rabbal alamiin.

Minggu, 13 Januari 2008

Ketika Wanita Ingin Dilihat

Ketika Wanita Ingin Di Lihat
Penyusun: Ummu AimanMuraja’ah: Ustadz Aris Munandar

Masya Allah, anti sudah hafal 5 juz ???Hmmm…
Secara fitrah manusia, pastilah senang jika dirinya dipuji. Saat pujian datang -apalagi dari seseorang yang istimewa dalam pandangannya- tentulah hati akan bahagia jadinya. Berbunga-bunga, bangga, senang. Itu manusiawi. Namun hati-hatilah duhai saudariku, jangan sampai riya’ menghiasi amal ibadah kita karena di setiap amal ibadah yang kita lakukan dituntut keikhlasan.Niat yang ikhlas amatlah diperlukan dalam setiap amal ibadah karena ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya suatu amal di sisi Allah. Sebuah niat dapat mengubah amalan kecil menjadi bernilai besar di sisi Allah dan sebaliknya, niatpun mampu mengubah amalan besar menjadi tidak bernilai sama sekali.
Kali ini, kita tidak hendak membahas tentang ikhlas melainkan salah satu lawan dari ikhlas, yaitu riya’.
Hudzaifah Ibnu Yaman pernah berkata:“Orang-orang bertanya pada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal-hal yang baik sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang hal-hal jelek agar aku terhindar dari kejelekan tersebut.” (HR Bukhari dan Muslim)
Maka saudariku muslimah, marilah kita mempelajari tentang riya’ agar kita terhindar dari kejelekannya.
Mari Kita Berbicara tentang Riya’
Secara bahasa, riya’ berasal dari kata ru’yah (الرّؤية), maknanya penglihatan. Sehingga menurut bahasa arab hakikat riya’ adalah orang lain melihatnya tidak sesuai dengan hakikat sebenarnya.
Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan, “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengan tujuan agar dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amal tersebut.”
Pernahkah ukhti mendengar tentang sum’ah? Sum’ah berbeda dengan riya’, jika riya’ adalah menginginkan agar amal kita dilihat orang lain, maka sum’ah berarti kita ingin ibadah kita didengar orang lain. Ibnu Hajar menyatakan: “Adapun sum’ah sama dengan riya’. Akan tetapi ia berhubungan dengan indera pendengaran (telinga) sedangkan riya’ berkaitan dengan indera penglihatan (mata).”
Jadi, jika seorang beramal dengan tujuan ingin dilihat, misalnya membaguskan dan memperlama shalat karena ingin dilihat orang lain, maka inilah yang dinamakan riya’. Adapun jika beramal karena ingin didengar orang lain, seperti seseorang memperindah bacaan Al Qur’annya karena ingin disebut qari’, maka ini yang disebut sebagai sum’ah.
Bahaya Riya’
Ketahuilah wahai saudariku, bahwa riya’ termasuk ke dalam syirik asghar/kecil. Ia dapat mencampuri amal kita kemudian merusaknya.
Amalan yang dikerjakan dengan ikhlas akan mendatangkan pahala. Lalu bagaimana dengan amalan yang tercampur riya’? Tentu saja akan merusak pahala amalan tersebut. Bisa merusak salah satu bagiannya saja atau bahkan merusak keseluruhan dari pahala amalan tersebut.
Berikut ini beberapa bentuk riya’:
Riya’ yang mencampuri amal dari awal hingga akhir, maka amalannya terhapus.Misalnya seseorang yang hendak mengerjakan shalat lalu datang seseorang yang ia kagumi. Kemudian ia shalat dengan bagus dan khusyu’ karena ingin dilihat orang tersebut. Riya’ tersebut ada dari awal hingga akhir shalatnya dan ia tidak berusaha untuk menghilangkannya, maka amalannya terhapus.
Riya’ yang muncul tiba-tiba di tengah-tengah amal dan dia berusaha untuk menghilangkannya sehingga riya’ tersebut hilang, maka riya’ ini tidak mempengaruhi pahala amalannya. Misalnya seseorang yang shalat kemudian muncul riya’ di tengah-tengah shalatnya dan ia berusaha untuk menghilangkannya sehingga riya’ tersebut hilang, maka riya’ tersebut tidak mempengaruhi ataupun merusak pahala shalat tersebut.
Riya’ muncul tiba-tiba di tengah-tengah namun dibiarkan terus berlanjut, maka ini adalah syirik asghar dan menghapus amalannya. Namun dalam kondisi ini ulama berselisih pendapat tentang amalan mana yang terhapus, misalnya riya’ dalam shalat. Apakah rakaat yang tercampuri riya’ saja yang terhapus ataukah keseluruhan shalatnya?
Pendapat pertama menyatakan bahwa yang terhapus hanyalah pada amalan yang terkait. Pendapat kedua, yaitu perlu dirinci:
Kalau amalannya merupakan satu rangkaian dan tidak mungkin dipisahkan satu dengan yang lain, misalnya shalat dhuhur empat rakaat, maka terhapus rangkaian amal tersebut.
Kalau amalannya bukan merupakan satu rangkaian, maka amal yang terhapus pahalanya adalah sebatas yang tercampuri saja. Misalnya seseorang yang bersedekah kepada sepuluh orang anak yatim. Saat bersedekah pada anak kesatu sampai yang kelima ia ikhlas. Akan tetapi riya’ muncul saat ia bersedekah pada anak ke-enam, maka pahala yang terhapus adalah sedekah pada anak ke-enam. Contoh yang serupa adalah puasa.
Riya’ itu Samar
Pada asalnya, manusia memiliki kecenderungan ingin dipuji dan takut dicela. Hal ini menyebabkan riya’ menjadi sangat samar dan tersembunyi. Terkadang, seorang merasa telah beramal ikhlas karena Allah, namun ternyata secara tak sadar ia telah terjerumus kedalam penyakit riya’.
Saudariku, pernahkah engkau mendengar langkah laki seekor semut? Suara langkahnya begitu samar bahkan tidak dapat kita dengar. Seperti inilah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan kesamaran riya’. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Kesyirikan itu lebih samar dari langkah kaki semut.” Lalu Abu Bakar bertanya, ”Wahai Rasulullah, bukankah kesyirikan itu ialah menyembah selain Allah atau berdoa kepada selain Allah disamping berdoa kepada selain Allah?” maka beliau bersabda.”Bagaimana engkau ini. Kesyirikan pada kalian lebih samar dari langkah kaki semut.” (HR Abu Ya’la Al Maushili dalam Musnad-nya, tahqiq Irsya Al Haq Al Atsari, cetakan pertama, tahun 1408 H, Muassasah Ulum Al Qur’an, Beirut, hlm 1/61-62. dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Targhib, 1/91)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhawatirkan bahaya riya’ atas umat Islam melebihi kekhawatiran beliau terhadap bahaya Dajjal. Disebutkan dalam sabda beliau: “Maukah kalian aku beritahu sesuatu yang lebih aku takutkan menimpa kalian daripada Dajjal.” Kami menyatakan, “Tentu!” beliau bersabda “Syirik khafi (syirik yang tersembunyi). Yaitu seseorang mengerjakan shalat, lalu ia baguskan shalatnya karena ia melihat ad seseorang yang memandangnya.”
Hal ini tidak akan terjadi, kecuali karena faktor pendukung yang kuat. Yaitu karena setiap manusia memiliki kecenderungan ingin mendapatkan pujian, kepemimpinan dan kedudukan tinggi di hadapan orang lain.
Bentuk Riya’
Wahai ukhti muslimah, didalam mencapai tujuannya, para mura’i (orang yang riya’) menggunakan banyak jalan, diantaranya sebagai berikut:
Dengan tampilan fisik, yaitu seperti menampilkan fisik yang lemah lagi pucat dan suara yang sangat lemah agar dianggap sebagai orang yang sangat takut akhirat atau rajin berpuasa.
Dengan penampilan, yaitu seperti membiarkan bekas sujud di dahi dan pakaian yang seadanya agar tampil seperti ahli ibadah. Ketika menjelaskan QS Al Fath, dalam Hasyiah Ash Shawi 4/134 disebutkan, “Yang dimaksud ‘bekas sujud’ bukanlah hitam-hitam di dahi sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang bodoh yang ingin riya’ karena hitam-hitam di dahi merupakan perbuatan khawarij.”
Dengan perkataan, yaitu seperti banyak memberikan nasehat, menghafal atsar (riwayat salaf) agar dianggap sebagai orang yang sangat memperhatikan jejak salaf.
Dengan amal, yaitu seperti memperlama rukuk dan sujud ketika shalat agar tampak khusyu’ dan lain-lain.
Kiat Mengobati Penyakit Riya’
Wahai saudariku, setiap insan tidak akan pernah lepas dari kesalahan. Sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah yang bertaubat kepada Allah atas kesalahan yang pernah dilakukannya.
Hati manusia cepat berubah. Jika saat ini beribadah dengan ikhlas, bisa jadi beberapa saat kemudian ikhlas tersebut berganti dengan riya’. Pagi ikhlas, mungkin sore sudah tidak. Hari ini ikhlas, mungkin esok tidak. Hanya kepada Allahlah kita memohon agar hati kita diteguhkan dalam agama ini. َ
Selain itu, hendaknya kita berusaha untuk menjaga hati agar terhidar dari penyakit riya’. Saudariku, inilah beberapa kiat yang dapat kita lakukan agar terhindar dari riya’:
1. Memohon dan selalu berlindung kepada Allah agar mengobati penyakit riya’
Riya’ adalah penyakit kronis dan berbahaya. Ia membutuhkan pengobatan dan terapi serta bermujahadah (bersungguh-sungguh) supaya bisa menolak bisikan riya’, sambil tetap meminta pertolongan Allah Ta’ala untuk menolaknya. Karena seorang hamba selalu membutuhkan pertolongan dan bantuan dari Allah. Seorang hamba tidak akan mampu melakukan sesuatu kecuali dengan bantuan dan anugerah Allah. Oleh karena itu, untuk mengobati riya’, seorang selalu membutuhkan pertolongan dan memohon perlindungan kepada–Nya dari penyakit riya’ dan sum’ah. Demikian yang diajarkan Rasulullah dalam sabda beliau:
“Wahai sekalian manusia, peliharalah diri dari kesyirikan karena ia lebih samar dari langkah kaki semut.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana cara kami memelihara diri darinya padahal ia lebih samar dari langkah kaki semut?” beliau menjawab, “Katakanlah:
اللّهُمَّ إِنَّانَعُوْذُبِكَ مِنْ أََنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًانَعْلَمُهُ وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ نَعْلَمُ
‘Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik yang kami ketahui. Dan kami mohon ampunan kepada-Mu dari apa yang tidak kami ketahui.’” (HR. Ahmad)
2. Mengenal riya’ dan berusaha menghindarinya
Kesamaran riya’ menuntut seseorang yang ingin menghindarinya agar mengetahui dan mengenal dengan baik riya’ dan penyebabnya. Selanjutnya, berusaha menghindarinya. Adakalanya seorang itu terjangkit penyakit riya’ disebabkan ketidaktahuan dan adakalanya karena keteledoran dan kurang hati-hati.
3. Mengingat akibat jelek perbuatan riya’ di dunia dan akhirat
Duhai saudariku di jalan Allah, sifat riya’ tidaklah memberikan manfaat sedikitpun, bahkan memberikan madharat yang banyak di dunia dan akhirat. Riya’ dapat membuat kemurkaan dan kemarahan Allah. Sehingga seseorang yang riya’ akan mendapatkan kerugian di dunia dan akhirat.
4. Menyembunyikan dan merahasiakan ibadah
Salah satu upaya mengekang riya’ adalah dengan menyembunyikan amalan. Hal ini dilakukan oleh para ulama sehingga amalan yang dilakukan tidak tercampuri riya’. Mereka tidak memberikan kesempatan kepada setan untuk mengganggunya. Para ulama menegaskan bahwa menyembunyikan amalan hanya dianjurkan untuk amalan yang bersifat sunnah. Sedangkan amalan yang wajib tetap ditampakkan. Sebagian dari ulama ada yang menampakkan amalan sunnahnya agar dijadikan contoh dan diikuti manusia. Mereka menampakkannya dan tidak menyembunyikannya, dengan syarat merasa aman dari riya’. Hal ini tentu tidak akan bisa kecuali karena kekuatan iman dan keyakinan mereka.
5. Latihan dan mujahadah
Saudariku, ini semua membutuhkan latihan yang terus menerus dan mujahadah (kesungguhan) agar jiwa terbina dan terjaga dari sebab-sebab yang dapat membawa kepada perbuatan riya’ bila tidak, maka kita telah membuka pintu dan kesempatan kepada setan untuk menyebarkan penyakit riya’ ini ke dalam hati kita.
Belajar dari Para Salaf
Duhai muslimah, berikut ini adalah kisah salaf yang menunjukkan betapa mereka menjaga diri dari riya’ dan sum’ah. Mereka tidak menginginkan ketenaran dan popularitas. Justru sebaliknya, mereka ingin agar tidak terkenal. Mereka memelihara keikhlasan, mereka takut jika hati mereka terkena ujub (bangga diri).
Abu Zar’ah yahya bin Abu ‘Amr bercerita: Pernah Adh-Dhahhak bin Qais keluar untuk memohon hujan bersama-sama dengan orang-orang, tapi ternyata hujan tidak turun dan beliau juga tidak melihat awan. Beliau berkata: “Dimana gerangan Yazid bin Al Aswad?” (dalam satu riwayat: tidak seorang pun yang menjawab pertanyaan beliau. Beliau pun bertanya lagi: “Dimana Yazid bin Al Aswad Al Jurasyi? Jika beliau mendengar, saya sangat berharap beliau berdiri.”) “Ini saya”, seru Yazid. “Berdirilah dan tolonglah kami ini di hadapan Allah. Jadilah kamu perantara(*) kami agar Allah menurunkan hujan kepada kami.”, kata Adh-Dhahhak bin Qais. Kemudian Yazid pun berdiri seraya menundukkan kepala sebatas bahu serta menyingsingkan lengan baju beliau kemudian berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya hamba-hamba-Mu ini memohon syafaatku kepada-Mu.” Beliau berdoa tiga kali dan seketika itu pula turunlah hujan yang sangat deras sehingga hampir terjadi banjir. Kemudian beliau pun berkata: “Sesungguhnya kejadian ini membuat saya dikenal banyak orang. Bebaskanlah saya dari keadaan seperti ini.” Kemudian hanya berselang satu hari, yaitu Jum’at setelah peristiwa itu beliau pun wafat. (Riwayat Ibnu Sa’ad (7/248) dan Al Fasawi (2/239-pada penggal yang terakhir). Atsar ini shahih).
(*) Dalam keadaan ini, meminta perantara dalam berdo’a diperbolehkan, karena Yazid bin Al Aswad Al Jurasyi yang menjadi perantara masih dalam keadaan hidup, dan beliau adalah seorang yang shaleh. Bedakan dengan keadaan orang-orang yang berdo’a meminta kepada orang yang dianggap shaleh yang sudah meninggal dunia di kubur-kubur mereka! dan ini merupakan Syirik Akbar yang membuat pelakunya kekal di neraka jika belum bertaubat. -ed
Berkata Hammad bin Zaid rahimahullah: “Saya pernah berjalan bersama Ayyub tapi beliau melewati jalan-jalan yang membuat diriku heran dan bertanya-tanya kenapa beliau sampai berbuat seperti ini (berputar-putar melewati beberapa jalan). Ternyata beliau berbuat seperti itu karena beliau tidak mau orang-orang mengenal beliau dan berkata: ‘Ini Ayyub, ini Ayyub! Ayyub datang, Ayyub datang!’” (Riwayat Ibnu Sa’ad dan lainnya).
Hammad berkata lagi: “Ayyub pernah membawa saya melewati jalan yang lebih jauh, maka sayapun berkata: ‘Jalan ini lebih dekat!’ Beliau menjawab: ‘Saya menghindari kumpulan orang-orang di jalan tersebut.’ Dan memang apabila dia memberi salam, akan dijawab oleh mereka dengan jawaban yang lebih baik dari jawaban kepada yang lainnya. Dia berkata: ‘Ya Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku tidak menginginkannya! Ya Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku tidak menginginkannya!’” (Riwayat Ibnu Sa’ad (7/248) dan Al Fawasi (2/239-pada penggal yang terakhir). Atsar ini shahih).
Kita berlindung kepada Allah dari penyakit riya’. Semoga Allah menjadikan kita seorang mukhlishah, senantiasa berusaha untuk menjaga niat dari setiap amalan yang kita lakukan. Innamal ‘ilmu ‘indallah. Wa’allahu a’lam.
Maraji’:
Terjemah Sittu Duror, Landasan Membangun Jalan Selamat. ‘Abdul Malik Ahmad Ramdhani. Media Hidayah. Cetakan pertama. 2004.
Mutiara Faidah Kitab Tauhid Syaikh Muhammad At Tamimi. Abu ‘Isa ‘Abdullah bin Salam. Cetakan pertama. LBIA Al Atsary.
Majalah As-Sunnah edisi 05/ VIII/ 1425H/ 2004M.

Kecantikan Sejati

Kecantikan Sejati

Dikirim: Ummu Yusuf Wikayatu Diny

Adalah kebahagiaan seorang laki-laki ketika Allah menganugrahkannya seorang istri yang apabila ia memandangnya, ia merasa semakin sayang. Kepenatan selama di luar rumah terkikis ketika memandang wajah istri yang tercinta. Kesenangan di luar tak menjadikan suami merasa jengah di rumah. Sebab surga ada di rumahnya; Baiti Jannati (rumahku surgaku).Kebahagiaan ini lahir dari istri yang apabila suami memandangnya, membuat suami bertambah kuat jalinan perasaannya. Wajah istri adalah keteduhan, telaga yang memberi kesejukan ketika suami mengalami kegerahan. Lalu apakah yang ada pada diri seorang istri, sehingga ketika suami memandangnya semakin besar rasa sayangnya? Konon, seorang laki-laki akan mudah terkesan oleh kecantikan wajah. Sempurnalah kebahagiaan seorang laki-laki jika ia memiliki istri yang berwajah memikat.
Tapi asumsi ini segera dibantah oleh dua hal. Pertama, bantahan berupa fakta-fakta. Dan kedua, bantahan dari sabda Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam.
Konon, Christina Onassis, mempunyai wajah yang sangat cantik. Ia juga memiliki kekayaan yang sangat besar. Mendiang ayahnya meninggalkan harta warisan yang berlimpah, antara lain kapal pesiar pribadi, dan pulau milik pribadi juga. Telah beberapa kali menikah, tetapi Christina harus menghadapi kenyataan pahit. Seluruh pernikahannya berakhir dengan kekecewaan. Terakhir ia menutup kisah hidupnya dengan satu keputusan: bunuh diri.
Kecantikan wajah Christina tidak membuat suaminya semakin sayang ketika memandangnya. Jalinan perasaan antara ia dan suami-suaminya tidak pernah kuat.
Kasus ini memberikan ibroh kepada kita bahwa bukan kecantikan wajah secara fisik yang dapat membuat suami semakin sayang ketika memandangnya. Ada yang bersifat psikis, atau lebih tepatnya bersifat qalbiyyah!
Bantahan kedua, sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Seorang wanita dinikahi karena empat hal; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah yang taat beragama niscaya kamu akan beruntung.” (HR. bukhari, Muslim)
Hadist di atas sebagai penguat bahwa kesejukan ketika memandang sehingga perasaan suami semakin sayang, letaknya bukan pada keelokan rupa secara zhahir. Ada yang bersifat bathiniyyah.
Dengan demikian wahai saudariku muslimah, tidak mesti kita harus mempercantik diri dengan alat kosmetik atau dengan menggunakan gaun-gaun aduhai yang akhirnya akan membawa kita pada sikap berlebihan pada hal yang halal bahkan menyebabkan kita menjadi lalai dan meninggalkan segala yang bermanfaat dalam perkara-perkara akhirat, wal ‘iyadzubillah. Namun tidak berarti kita meninggalkan perawatan diri dengan menjaga fitrah manusia, dengan menjaga kebersihan, kesegaran dan keharuman tubuh yang akhirnya melalaikan diri dalam menjaga hak suami. Ada yang lebih berarti dari semua itu, ada yang lebih penting untuk kita lakukan demi mendapatkan cinta suami.
Sesungguhnya cinta yang dicari dari diri seorang wanita adalah sesuatu pengaruh yang terbit dari dalam jiwa dengan segala kemuliaannya dan mempunyai harga diri, dapat menjaga diri, suci, bersih, dan membuat kehidupan lebih tinggi di atas egonya.
Untuk itulah saudariku muslimah… Tuangkanlah di dalam dada dan hatimu dengan cinta dan kasih sayang serta tanamkanlah kemuliaan wanita muslimah seperti jiwamu yang penuh dengan kebaikan, perhatian serta kelembutan. Bukankah kita telah melihat contoh-contoh yang gemilang dari pribadi-pribadi yang kuat dari para shahabiyyah radiyallahu ‘anhunna…?
Janganlah engkau penuhi dirimu dengan ahlak yang selalu sedih dan gelisah, banyak pengaduan dan keluh kesah dan selalu mengancam, karena hal tersebut akan menggelapkan hatimu. Tersenyumlah untuk kehidupan. Seperti kuatnya para shahabiyyah dalam menghadapi kehidupan yang keras dan betapa kuatnya wanita-wanita yang lembut itu mempertahankan agamanya…
Perhiasan jiwa, itulah yang lebih utama. Yaitu sifat-sifat dan budi pekerti yang diajarkan Islam, yang diawali dengan sifat keimanan. Sebagaimana firman Allah, (yang artinya) ”Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan.” (QS. Al-Hujaraat: 7)
Apabila keimanan telah benar-benar terpatri dalam hati, maka akan tumbuhlah sifat-sifat indah yang menghiasi diri manusia, mulai dari Ketakwaan, Ilmu, Rasa Malu, Jujur, Terhormat, Berani, Sabar, Lemah Lembut, Baik Budi Pekerti, Menjaga Silaturrahim, dan sifat-sifat terpuji lainnya yang tidak mungkin disebut satu-persatu. Semuanya adalah nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada hamba-hambanya agar dapat bahagia hidup di dunia dan akhirat.
Wanita benar-benar sangat diuntungkan, karena ia memiliki kesempatan yang lebih besar dalam hal perhiasan jiwa dengan arti yang sesungguhnya, yaitu ketika wanita memiliki sifat-sifat terpuji yang mengangkat derajatnya ke puncak kemuliaan, dan jauh dari segala sesuatu yang dapat menghancurkanya dan menghilangkan rasa malunya….!
Saudariku… jika engkau telah menikah, maka nasihat ini untuk mengingatkanmu agar engkau selalu menampilkan kecantikan dirimu dengan kecantikan sejati yang berasal dari dalam jiwamu, bukan dengan kecantikan sebab yang akan lenyap dengan lenyapnya sebab.
Saudariku… jika saat ini Allah belum mengaruniai engkau jodoh seorang suami yang sholeh, maka persiapkanlah dirimu untuk menjadi istri yang sholihah dengan memperbaiki diri dari kekurangan yang dimiliki lalu tutuplah ia dengan memunculkan potensi yang engkau miliki untuk mendekatkan dirimu kepada Yang Maha Rahman, mempercantik diri dengan ketakwaan kepada Allah yang dengannya akan tumbuh keimanan dalam hatimu sehingga engkau dapat menghiasi dirimu dengan akhlak yang mulia.
Saudariku… ini adalah sebuah nasihat yang apabila engkau mengambilnya maka tidak ada yang akan diuntungkan melainkan dirimu sendiri.
Disalin dari: Buletin al-Izzah edisi no16/thn III/Muharram 1425 H(Bulletin ini diterbitkan oleh Forkimus (forum kajian Islam Muslimah Salafiyah) Mataram, Lombok, NTB)

KELUARGAKU - HARAPANKU

KELUARGAKU - HARAPANKU